Setibanya dipinggir sungai, hewan-hewan lain segera
mengerubuni anak katak. Atas sarana dari seekor semut (merah) anak katak
(Supri) lalu dibawa ke istana Raja Katak
untuk diantarkan pada keluarganya.
*****
Di kerajaan katak…..
Raja katak yang bergelar Lord Bili marah dan sedih mendapati
kondisi anaknya yang terluka. Terlebih lagi sang istri “Queen Laura”. Sang ratu
sangat prihatin melihat keadaan putranya. Ia menangis sejadi-jadinya (lebayy).
Apa yang membuat raja dan ratu sangat sedih? Bukankah katak biasanya memiliki
banyak anak?
Tidak demikian, Lord Bili dan Queen Laura dalam cerita ini
hanya memiliki satu anak semata wayang. Jadi, Supri merupakan anak kesayangan
dan satu-satunya pangeran di kerajaan katak. Jika sampai meninggal berarti gak
ada lagi putra mahkota yang akan menjadi pewaris kerajaan katak. Saat itu anak
katak (Supri) hanya bisa terbaring lemas dengan perut luka menganga. Pihak ‘medis’
kerajaan katak hanya dapat memberikan perawatan apa adanya. Luka itu cuma
dibalut dengan kulit pohon agar darahnya terhenti. Tak banyak yang bisa
dilakukan. Rumah sakit gak ada. Karena memang belum zamannya.
*****
Di kerajaan Udang…..
Anak udang (Bayu) yang baru saja melukai anak katak tanpa
sengaja segera menemui kedua orang tuanya untuk menceritakan kejadian pagi itu.
Tentu saja sang ayah (Raja Udang) yang bergelar “Lord harfa” ingin marah besar.
Akan tetapi, melihat anaknya yang masih kecil dan ketakutan, Lord Harfa
berusaha memaklumi keadaan itu. Begitu juga dengan istrinya “Queen Sopia” ,
sang ratu tentu lebih bisa memahami kenakalan anak-anak. Tak perlu menyalahkan
sang anak. Nasi sudah menjadi bubur. Apa pun yang terjadi, Raja dan Ratu sudah
sepakat siap bertanggung jawab atas perbuatan sang anak kepada keluarga katak
nantinya. Sedapat mungkin mereka akan melindungi anaknya dari hal-hal buruk.
*****
Siang itu juga raja katak segera mengirim utusan untuk menemui
raja udang. Utusan kerajaan katak meminta raja udang agar bertanggung jawab dan
membawa anaknya menemui raja katak di istana. Raja udang pun bersedia mengikuti
utusan itu. Akan tetapi, ia gak mau membawa anaknya ikut serta. Sebagai bentuk
tanggung jawabnya, maka berangkatlah raja udang bersama beberapa “tim medis
kerajaan udang” ditemani pengawalnya menemui raja katak.
Sesampainya di kerajaan katak, Raja udang disambut langsung
oleh Raja katak di aula besar istana. Sebuah pertemuan yang kurang mengenakkan.
Raja katak terlihat sedih dan marah. Tentu saja raja udang berusah sebisa
mungkin untuk bertanggung jawab atas peristiwa itu. Ia menunduk hormat untuk
kepada raja katak yang tampaknya tidak bersahabat.
“Mana anakmu yang telah melukai anakku tadi? Kenapa tak kau
ajak serta kemari?” Kata raja katak dengan suara keras.
“Oh, maafkan aku wahai sahabatku Lord Bili. Bukannya aku
menolak membawanya kemari. Anakku itu memang sengaja tak ku bawa kemari. Saat ini
ia sedang ketakutan. Ia masih terlalu kecil dan tidak sengaja melukai anakmu. Biarlah
masalah ini aku yang bertanggung jawab. Kami telah membawa “tim medis” terbaik
dari istana udang untuk membantu mengobati putramu itu. Bagaimana menurutmu?”
kata raja udang.
“Baiklah, aku memakluminya. Aku bisa menerima tawaranmu itu.
Cepatlah suruh “tim medismu” untuk menyembuhkan anakku! Kata raja katak.
“Tenanglah sahabatku. Kami sudah biasa mengobati luka. Kau jangan
khawatir. Mudah-mudahan anakmu secepatnya bisa sembuh!” kata raja udang
kemudian.
Setelah percakapan itu raja katak lalu mengajak rombongan
raja udang untuk menemui anaknya disebuah ruangan. Di dalam ruangan tersebut,
terbaring seekor anak katak yang sedang merintih-rintih kesakitan. Ia ditemani
oleh ibunya dan beberapa “perawat”. Tubuh anak katak tampak terbalut dengan
kulit pohon untuk menutup lukanya.
Setelah berdiskusi dengan “tim medis kerajaan katak” maka “tim
medis kerajaan udang” pun mulai bekerja. Dengan hati-hati perban luka perut
anak katak dibuka kembali oleh salah
satu “tim medis kerajaan udang” untuk melihat langsung keadaanya. Disaksikan oleh
semua yang hadir, sebuah luka diperut menganga kembali. Akibat terbuka, luka
itu mengucurkan darah. Anak katak
menjerit-jerit menangis kesakitan. Raja udang tentu sangat prihatin dengan kondisi
anak katak. Ia benar-benar merasa bersalah. Terlebih-lebih lagi raja katak dan
istrinya, mereka panik dan sangat khawatir pada keadaanya anaknya itu.
Dengan sigap tim medis terbaik dari kerajaan udang mulai
bekerja. Luka menganga itu segera di obati dengan semacam lendir udang agar
darahnya berhenti keluar. Perihnya bukan main. Anak katak hampir saja pingsan
kesakitan. Berhasil. Darah memang benar-benar berhenti mengalir. Setelah itu
tim medis kemudian membersihkan dan berusaha merekatkan bagian luka yang
menganga. Bagaimana caranya? Apakah dengan cara di jahit seperti di rumah sakit?
Lagi-lagi, urusan menjahit luka belum zamannya cuyy.
Dengan tingkat kesulitan tinggi, luka pada perut anak katak
saat itu cuma direkatkan dengan getah pohon nangka. Cerdas dan berhasil! Luka menganga
sebelumnya, kini telah tertutup dengan baik. Bagian itu kemudian dibalut
kembali dengan kulit-kulit pohon. Selesailah tugas tim medis yang sangat melelahkan.
Semua akhirnya bisa bernapas lega.
Menurut tim medis kerajaan udang, anak katak dilarang
terlalu banyak bergerak supaya luka itu gak terbuka. Anak katak juga dilarang mandi
di tempat kotor agar lukanya gak terinfeksi. Setelah dua minggu kemudian
barulah “perban” boleh dibuka. Saat itulah nanti anak katak akan dinyatakan
benar-benar sembuh dan boleh beraktivitas seperti biasanya.
Melihat kondisi anaknya yang sudah ditangangi dengan baik,
Raja dan Ratu katak sangat berterima kasih kepada Raja udang. Mereka bisa
memaafkan kesalahan anak udang. Sepertinya persahabatan antar dua kerajaan itu akan
terjalin dengan baik kembali. Lebih-lebih raja udang, ia benar-benar merasa
lega sudah berhasil menebus kesalahan anaknya.
Tengah hari setelah dijamu makan siang diistana raja katak,
Raja udang beserta rombongan pulang keistananya dengan perasaan plong. Tanggung
jawab sudah diselesaikan. Sebelum meninggalkan istana katak tak lupa mereka
berpesan agar anak katak menuruti “pesan-pesan” sebelumnya. Tujuannya agar raja
dan ratu katak tetap mengontrol keseharian anaknya. Supaya sang anak cepat
sembuh tentunya.
Hari-hari selanjutnya semua berjalan seperti biasanya.
Kondisi anak katak semakin membaik. Setelah tiga hari berlalu, anak katak sudah
bisa berdiri kembali tanpa kesakitan. Mungkin lukanya sudah sembuh walaupun
masih tertutup dengan perban. Ia bahkan sudah bisa bermain kembali dengan anak
udang. Orang tuanya pun tampaknya gak terlalu khawatir.
Seminggu kemudian, anak katak yang sudah merasa lebih baik
mengajak anak udang bermain-main dipinggir sungai. Awalnya mereka hanya bermain
tanah lumpur saja. Namanya juga anak-anak. Sesuatu yang dilarang malah membuat
penasaran.
“Eh, Bayu! Kita berenang dan main bola-bola air yuk!” Kata anak
katak.
“Hah, apakah kau sudah benar-benar sembuh! Kata ayahku
lukamu itu seminggu lagi baru sembuh. Untuk saat ini kau belum boleh berenang.”
Kata anak udang.
“Gak apa-apa! Aku sudah merasa sembuh. Gak sakit lagi. Nih lihat!”
kata anak katak sambil memperlihatkan perutnya.
“Mana kelihatan, kan masih ada balutannya. Lukamu itu bahaya
kalau kena air.”
“Ah kamu, kalau menunggu seminggu lagi, kelamaan , tau! Aku buka
perbannya sekarang aja ya. Biar kamu tau kalau aku sudah sembuh. Lagian gak
leluasa berenang dengan tubuh terbalut perban begini.”
“Jangan, Supri! Nanti ayahmu marah!”
“Biar saja, mereka kan gak ada disini. Nanti selesai mandi
aku balut lukanya kembali. Yang penting kita sama-sama merahasiakannya, hehehe….”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar