“Kraazz…gedebuuuk….buuukk!”
Suara benda jatuh menimpa atap gubuk yang terbuat dari
daun ilalang. Setelah itu, meluncur dan jatuh ketanah. Sementara suara burung
hantu yang aneh terus saja memecah kesunyian malam yang gelap dan dingin.
Kedua anak nek Jum bukan main kagetnya. Sang adik
memperkirakan atap gubuk kejatuhan buah nangka disamping gubuk. Akan tetapi
menurut kakaknya, pohon nangka yang berada disamping gubuk itu tidak ada
buahnya. Sang kakak lebih tahu karena tiap hari kedusun. Lalu suara apakah itu?
Kedua anak nek Jum lalu diam memperhatikan akan ada apa
lagi selanjutnya. Nek Jum sendiri sepertinya masih lelap dalam tidur. Ia seakan
tidak terpengaruh kejadian saat itu.
“Krasss….kraasss….kraasss….”
Terdengar suara langkah kaki beberapa orang menginjak
dedaunan kering dari arah belakang gubuk semakin mendekat. Langkah kaki itu
tidak berhenti melainkan bergerak mengelilingi gubuk.
Kakak beradik ini semakin menajamkan pendengarannya. Mulailah sayup-sayup terdengar suara tangisan
perempuan mengikuti suara langkah kaki yang terus saja berputar-putar tanpa
henti. Ada perbedaan pendengaran di sini. Menurut sang adik selain mendengar
langkah kaki dan suara tangisan perempuan,
dia juga mendengar ada suara orang berzikir. Suara berzikir tersebut
kadang menjauh, kadang mendekat seolah-olah berada disamping telinganya. Beda
dengan sang kakak yang mengaku hanya mendengar suara langkah kaki berkeliling
saja. Walaupun begitu, kedua kakak beradik ini mulai ketakutan. Bulu kuduk
keduanya meremang berkali-kali.
Tiba-tiba saja nek Jum yang sedang lelap dalam tidurnya terbangun.
Kejadian itu berlangsung begitu cepatnya hingga anak-anak hanya bisa menatap
aneh tingkah ibunya karena masih kebingungan. Tanpa bicara apa-apa nek Jum langsung
menyalakan obor. Diambilnya parang yang terselip didinding lalu membuka
pintu sambil berteriak-teriak seperti orang gila.
“Oii…hantu claka, bengsat! Kita ngia ye munuh lakiku.
Parak hak sini ku marang. Awas haje yoh mun ne mau jeuh, ku timpasi kita kala
gelanya. Tunggu hak saneh!”
(woii…hantu bangsat! kalianlah yang telah membunuh
suamiku. kalau dekat kesini akan ku tebas dengan parang. awas saja kalau tak
menjauh. akan kutebas kalian semua. tunggu saja!)
Setelah mengatakan kata-kata makian itu nek Jum lalu
turun dari gubuk sambil mengacungkan parang. Kedua anak nek Jum yang sudah
sadar dengan kedaan segera menyusul untuk menghentikan sang ibu. Terlambat,
karena nek Jum sekarang sudah berada ditanah. Ia lalu berhenti dibawah pohon
nangka sambil menebaskan parang kesana kemari. Setelah itu ia mengarahkan
parang ke batang pohon nangka. Persis seperti orang sedang menebang pohon masih
sambil memaki-maki.
Anak pertama dan kedua kemudian berusaha menenangkan
ibunya. Tubuh nek Jum langsung dipegangi dan didekap sekuat mungkin oleh anak
pertama. Sementara obor dan parangnya berhasil direbut oleh anak ketiga. Tak
ingin ada yang terluka, parang itu lalu dilemparkannya ke padang rumput,
sedangkan obor ditancapkan ke tanah sebagai penerangan.
Nek Jum berusaha terus berontak sekuat mungkin. Ia masih
terus berteriak keras sambil berusaha untuk melepaskan diri. Akan tetapi tubuh
tua itu tentu saja tidak bisa mengalahkan kuatnya tenaga anak pertama. Nek Jum
akhirnya benar-benar dapat ditaklukan setelah sang adik membantu kakaknya itu. Sang
ibu berhasil di dudukkan ketanah. Beberapa saat kemudian tubuh orang tua itu
melemas dan pingsan.
Kedua anak nek Jum segera membawa masuk kedalam gubuk.
Kemudian mereka membaringkannya dilantai beralaskan tikar. Kakak beradik ini
kebingungan dan sedih melihat keadaan ibunya. Mereka tidak tahu lagi harus
minta tolong pada siapa. Tak seorang pun ada ditempat itu. Belum sempat kedua
anak itu berpikir jernih nek Jum tiba-tiba saja tersadar dari pingsannya dan
bangkit kembali. Akan tetapi, sebelum nek Jum berdiri, kedua anaknya dengan
sigap mendekapnya sekuat mungkin. Sang ibu berusaha sebisa mungkin dibaringkan
kembali sambil tangannnya terus dipegangi.
Nek Jum mencoba terus berontak lagi untuk melepaskan
diri. Ia menjerit sekeras-kerasnya minta dibiarkan. Matanya melotot seperti
orang kesurupan. Napasnya menggeram bagai kerbau mengamuk. Akan tetapi semakin
ia berontak, semakin kuat pula kedua anaknya berusaha menahan dan memegangi.
Mereka sama sekali tak ingin melepaskan ibunya.
Menurut cerita anak pertama, kekuatan ibunya kala itu
tidak seperti biasanya. Dalam kedaan normal ibunya yang sudah tua tidak mungkin
punya tenaga sekuat itu. Seandainya tanpa bantuan adiknya, ibunya pasti sudah
terlepas dan pergi entah kemana. Tangannya
sendiri sampai terluka akibat cakaran kuku-kuku ibunya.
Di saat –saat genting dan membingungkan itu anak ketiga
yang sangat ketakutan membacakan beberapa ayat-ayat pendek. Menurutnya, bacaan-bacaan
itu keluar dari mulutnya tanpa ia sadari. Mungkin karena saking takutnya, jadinya
bacaan itu diucapkannya terbolak-balik. Hanya surah alfatihah yang dapat
dibacakan dengan sempurna.
Mendengar sang adik yang membaca surah alfatihah, sang
kakak pun ikut-ikutan membacanya. Jadilah kini mereka berdua bersama-sama
membaca surah alfatihah. Semakin keras sang ibu menjerit, semakin nyaring pula
mereka membacakan doa. Hanya surah itu yang mereka hapal dengan baik dan
dibacakan berulang-ulang.
Cukup lama hal itu berlangsung sampai akhirnya nek Jum
menyerah juga. Tubuhnya melemas, tidak lagi berontak dan menjerit seperti tadi.
Nek Jum terbaring lunglai dilantai sambil menangis sesenggukan. Melihat ibunya
yang sudah agak tenang kedua anaknya pun melepaskan. Mereka sedikit bernapas
lega namun sangat kelelahan. Begitu juga nek Jum. Keadaannya sangat menyedihkan.
Rambutnya kusut dan pakaiannya robek dibeberapa bagian. Ia kelihatan sangat
kehausan.
Melihat keadaan ibunya, anak ketiga pun segera memberikan
air minum. Hampir tiga gelas dihabiskan oleh ibunya kala itu. Setelah meminum
air, nek Jum benar-benar tenang kembali.
Napasnya sudah teratur seperti biasanya. Hanya saja untuk berbicara ia masih
terbata-bata.
‘**********
Subuh itu, waktu diperkirakan menunjukkan pukul empat pagi. Kondisi nek Jum
sudah normal seperti biasanya. Suara burung hantu yang aneh masih saja
terdengar, hanya saja jauh berada diseberang sungai. Nek Jum bersama kedua anaknya
tidak memperdulikan suara itu. Setelah mengganti pakaiannya yang robek nek Jum
mulai bercerita pada anaknya tentang kejadian beberapa waktu yang lalu.
Di mulai dari suara benda jatuh diatas atap. Nek Jum kala
itu sudah terbangun. Ia sama terkejutnya dengan kedua anaknya. Hanya saja tidak
ada yang tahu kalau nek Jum membuka mata karena keadaan yang agak gelap. Ia
dalam keadaan sadar. Lalu terdengar suara langkah kaki berkeliling gubuk sambil
berzikir, tertawa dan menangis. Sama seperti suara-suara saat ia menunggui
jenazah suaminya dulu. Bukannya ketakutan, ia malah menjadi sangat berani dan
marah karena merasa terganggu. Diambilnya parang untuk membunuh makhluk-makhluk
itu.
Saat nek Jum membuka pintu, tepat didepan tangga ia
melihat berdiri empat orang bertubuh pendek memakai baju putih-putih sedang menggotong
tubuh suaminya. Keempat orang inilah yang berzikir. Suaminya sendiri
kelihatannya masih hidup dan telanjang bulat seperti yang pernah dilihatnya
siang tadi. Nah, suara tawa dan tangisan yang mereka dengar berasal dari
suaminya ini.
Nek Jum tahu bahwa makhluk yang berada didepannya bukanlah
manusia. Rasa takutnya hilang berganti menjadi amarah yang tak tertahankan. Maka
turunlah ia ketanah untuk menebas mereka semua dengan parang. Keempat makhluk
bertubuh pendek itu lalu lari berhamburan kehutan. Termasuk suaminya. Akan
tetapi, kata nek Jum suaminya yang telanjang lari memanjat pohon nangka. Karena
masih marah, maka nek Jum bermaksud menebang pohon nangka sampai roboh supaya
ia dapat menebas hantu yang sudah menyamar menjadi suaminya. Setelah itu ia
tidak mengingat apa pun sampai kedua anaknya memberikan air minum. Demikianlah
nek Jum mengakhiri ceritanya.
Kedua anak nek Jum mendengarkan cerita itu dengan
perasaan tegang dan takut. Tidak ada pilihan lain bagi mereka selain harus
mempercayai semua ucapan ibunya.
Fajar perlahan menyingsing dari arah timur. Saat itu
suara burung hantu sudah lenyap oleh kokok ayam bersahut-sahutan menyambut mentari
yang sebentar lagi akan terbit. Kedua anak nek Jum berencana akan membawanya
pulang siang hari nanti. Kali ini, apa pun alasannya, nek Jum harus dibawa
kekampung.
Next.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar