Kamis, 17 Oktober 2019

Dua Garis Merah

[DISARANKAN DIBACA SEBELUM TIDUR]
“Bangun dong pa, ntar kesiangan loh” teriak istri gw sambil menggoyangkan kasur gw. “Iya ma, bentar lagi, nanggung” kata gw yang terus mengusap-usap mata.
Hari itu adalah hari terakhir kami tinggal di rumah mertua gw yang mana kami ingin pindah rumah, malu bro numpang sama mertua mulu, udah mertuanya galak lagi. Ya mungkin ini salah gw sih, menikahi anaknya yg masih muda, ya mau gimana lagi hamil duluan. Mau gak mau, suka gak suka, siap gak siap gw harus bertanggung jawab

Jadi, buat laki-laki diluaran sana jangan mau enaknya aja. Lo ngelakuin itu harus siap dengan konsekuensinya dan juga buat wanita jangan berpikir ketika kalian melakukan “itu” jangan berharap bahwa laki-laki tidak meninggalkan kalian. Tidak, laki-laki bisa kapan saja meninggalkan kalian, begitu sebaliknya. Seks tidak menjamin pasangan kalian akan setia kepada kalian. Maka walau udah sange berat berpikirlah untuk kedepannya bahwa kalian siap segala resikonya. Dan percayalah satu hal, laki-laki tidak semuanya brengsek. Contohnya bokap gw tapi gw nya aja yang memang brengsek, seperti pepatah mengatakan “Buah jatuh jauh banget dari pohonnya”

Awalnya mertua gw gak mengizinkan untuk kami pindah karena kandungan istri gw pada waktu itu udah 9 bulan jadi tinggal menghitung hari aja, namun gw tetep memaksa untuk pindah rumah, gw udah gak betah tinggal sini, mertua gw galak banget. Pernah waktu itu gara-gara tidur kemalaman gw diomelin.

Singkat cerita, pada saat adzan maghrib gw dan istri sudah sampai rumah baru itu. Rumahnya emang agak pedalaman tapi lumayanlah. Lumayan menyeramkan.

Rumah gw yang baru dikelilingi rumput ilalang, rumahnya hanya terbuat dari papan dan tepas. Sehingga apabila udah malam dan udara yang masuk sangat dingin dan menusuk tulang. Dan satu hal lagi, desa ini belum ada listrik hanya obor yang menerangi kalau udah malem. Jadi tolong banget ya, kalo ada tim bedah rumah yang baca, tolong rumah gw dibedah.

Sudah seminggu kami tinggal sini, udah banyak juga kengerian di rumah ini. Dari atapnya bocor, atapnya bocor, atapnya bocor dan atapnya bocor. Oke ini kayaknya gentengnya memang udah harus diganti.

“Aduh.. aduh.. sakiiit” terdengar suara istri gw yang kesakitan. Gw yang sudah hampir terlelap tidur langsung bangun “Kenapa ma, kenapa ma?” “Sakit pa.. sakiiit!” Jawab istri gw yang terus merintih. “Apanya yang sakit ma?” Gw semakin panik dan saking paniknya gw malah bikinin teh untuk istri gw. “Gw mau melahirkan goblok! bukan haus!” Kata istri gw sambil teriak-teriak. “Yaudah ma, mama tunggu sebentar ya, papa mau panggilkan bidan dulu”

Gw langsung menuju ke dapur untuk mengambil motor dan sialnya pas ditengah jalan motor gw kehabisan minyak. Gw akhirnya jalan, motor pun gw tinggal ditengah jalan.
Ditengah jalan yang sepi cuma terdengar suara aliran sungai dan suara jangkrik yang bersahut-sahutan. Jam sudah menunjukkan jam 1 malam udara pun semakin dingin gw terus jalan cepat. Tiba-tiba “Kkkreek.. kkreek.. kkreek” terdengar seperti gesekan batang pohon yang berlaga. Gw sontak kaget karena makin lama suara itu seperti mengikuti gw. Gw langsung mempercepat langkah. “Kkkreeeeek... kkkreeeeek... kkkreeek” semakin lama suara itu semakin kuat. Gw semakin takut, yang tadinya jalan cepat gw jadi berlari. Sambil baca ayat kursi gw terus berlari. Sumpah gw hafal ayat kursi kalau ditulis sini takutnya kepanjangan.

Gw terus berlari-berlari-berlari-berlari-berlali dan “Kreeeeeekk” celana gw robek. Anjir! Gw gak peduli gw terus berlari dan gak terasa gw sampai di rumah bidan itu. Sebenernya gw gak tau itu rumah bidan atau bukan rumahnya hampir mirip seperti rumah gw “masa iya rumah bidan begini?” Tanya gw dalam hati.

Gw hanya liat ada tulisan diatas pintunya “Bidan Desa” sambil ngos-ngosan gw gedor pintu rumah bidan itu. “Tok.. tok.. Assalamualaikum, buk bidan oh buk bidan” gak lama terdengar suara jejak kaki dan “kreeeeek” buk bidan membukakan pintu.
“Ada apa?” Tanya bidan itu dengan muka datarnya. “Ini bu, istri saya mau melahirkan, ibu bisa ke rumah saya?” Kata gw sedari tadi menahan ngos-ngosan.

Kemudian gw dan bidan itu jalan kaki ke rumah gw, di sepanjang jalan kami tidak ada ngobrol sedikit pun. Gw juga bingung mau buka obrolan dari mana.
Ketika mau sampai rumah, terdengar suara istri gw yang terus menjerit kesakitan. “Aduh.. tolong.. tolong” gw langsung berlari meninggalkan bidan itu.

“Ma.. ma.. buka pintunya ma.. kok dikunci sih” kata gw sambil mengedor pintu. “Aduh.. sakiitt.. sakiitt pa” kata istri gw tidak menjawab pertanyaan. Gw makin panik, gw liat belakang “loh bidan tadi kemana?” Bisik gw terheran.

Gak mau ambil pusing gw pun mendobrak pintu reot itu. “Brrraaaaak” pintu pun terbuka. Waktu gw mendobrak pintu gw sekilas melihat sekelebat bayangan hitam, karena obor api yang didalam maka sangat jelas sekali bayangan hitam itu.

Gw langsung masuk kamar istri gw. Ketika gw masuk tiba-tiba bidan itu sudah di dalam. Gw heran, loh kok bisa? Tapi gw masih berpikir positif mungkin dia lewat dari pintu belakang. “Bu, ibu lewat dari mana? Dari belakang ya?” Gw tanya dengan rasa kebingungan. “Kamu tunggu di luar saja sana” kata bidan itu yang tidak menoleh ke gw tapi malah membuka isi tasnya.

Akhirnya gw menunggu di ruang tamu dengan pikiran yang campur aduk antara cemas dan takut.
“Kreeeek..” terdengar seperti suara pintu terbuka. “Kreeeek..” terdengar lagi untuk kedua kalinya, seperi ada sesuatu yang masuk dari pintu belakang rumah. Gw ketakutan, gw langsung duduk jongkok di tempat kursi. “Kreeeek..” Anjir! Celana gw robeknya semakin lebar.
Tanpa disadari gw keringatan dan gak tau kenapa jantung gw berdetak tidak karuan. “Astaghfirullah, perasaan apa ini” bisik gw dalam hati.

“Oeekk.. oeekk.. oeekk” terdengar suara tangisan bayi gw yang baru lahir. Gw langsung menuju ke kamar, namun sewaktu pintu kamar baru terbuka setengah, bidan itu melarang gw masuk. “JANGAN MASUK!” Kata bidan itu dengan suara kerasnya. Dan anehnya sewaktu bidan tersebut mengatakan itu baju kerah gw seperti ada yang menarik, gw liat kebelakang tidak siapa-siapa. Gw merinding “Njirr tadi apan” gumam gw.

Kemudian gw duduk kembali di ruang guru maksud gw ruang tamu, kalo di ruang guru mahal soalnya.

Sejam, dua jam, tiga jam berlalu. Hening sekali rumah ini, tidak ada tangisan bayi lagi gw dengar. Oke ini udah kelamaan keburu subuh pikir gw. Masuklah gw ke kamar istri gw, ketika gw berdiri meninggalkan kursi tiba-tiba kursi itu terjatuh seperti ada sesuatu yang menyenggol dikursi itu. “Anjir apaan lagi ini”
Dan ketika gw masuk, kalian tau apa yang gw liat? Bidan itu hilang, bayi gw juga hilang udah kayak jaman PKI pikir gw. Tinggallah istri gw sendiri yang tertidur lesu, mukanya pucat, perutnya penuh darah

“Ma.. ma.. bangun ma, bayi kita mana?” Istri gw gak menjawab pertanyaan gw padahal pertanyaan mudah. Gw langsung menangis subuh itu, gw masih mencoba membangunkan istri gw, gw masih percaya istri gw masih hidup karena dia masih bernafas.

Ketika subuh tiba, sambil menangis gw membopong istri gw ke puskesmas. Sampai di puskesmas ternyata belum buka. Gw masih menunggu dan menunggu.
Singkat cerita istri gw dirawat di puskesmas itu. Ketika gw menjelaskan apa yang terjadi kepada suster-suster itu mereka kaget terheran-heran. Katanya bidan yang gw panggil semalem udah lama meninggal. Gw gak percaya, gw pun langsung menuju ke rumah bidan itu, dan ketika gw sampai rumah itu gw lihat rumah itu sudah kosong banyak dedaunan disekiar rumahnya seperti udah 3500 tahun belum disapu. Gw terduduk lesu, jadi siapa tadi malam yang bantu persalinan istri gw? Pertanyaan itu terus terngiang-ngiang sembari gw jalan kembali ke puskemas.

Sesampainya di puskesmas betapa kagetnya gw, istri gw hilang. Gw marah sama suster-suster puskesmas situ “Gimana sih kalian! Jaga orang sakit aja gak bisa gimana mau menyembuhkan orang sakit!

Gw panik gak karuan, mau nelpon mertua takut, mau nelpon emak juga takut. Gw akhirnya keliling desa ditemeni salah satu suster puskesmas situ untuk mencari istri gw.
Sampai pada akhirnya maghrib telah tiba tapi istri gw juga belum ditemukan. Gw liat jam ditangan sudah pukul 07.00 malam gw pun memutuskan untuk pulang.
Sesampai diteras rumah tiba-tiba “Braaaak” ada seperti suatu benda yang jatuh didekat gw, suaranya begitu keras seperti ada yang orang yang meninju meja di rumah gw. “Apa itu?” Teriak gw dalam hati, gw langsung merinding namun gw hiraukan.

Lagi-lagi ketika gw buka pintu, bayangan hitam itu muncul lagi, gw udah gak peduli lagi, gw langsung masuk dan tidur dikursi ruang tamu. Sekarang hanya terdengar suara semilir angin malam meniup dedaunan, gw kangen suara istri gw yang sedang marahi gw kalau telat mandi, tiba-tiba air jatuh di pipi gw. Gw gak lagi nangis, atap rumah gw bocor, rupanya di luar lagi hujan. Pantesan anginnya kok kenceng banget.

Gw pun bergegas menutup jendela dan pintu. Sesaat gw mau menutup jendela depan gw melihat samar-samar seperti ada orang yang duduk diteras. Gw mendekatinya, semakin lama semakin dekat ternyata istri gw.

“Ya Allah.. mama, mama ke mana aja?” Kata gw sambil memeluk. Istri gw tidak menjawab apa pun. Gw menuntun istri gw ke kamar dan langsung membaringkan ke tempat tidur. “Sudah ma, jangan dipikiri ya, nanti kita buat lagi, hehe” kata gw becanda. Namun istri gw tetap diam, dia hanya melihat gw dengan tatapan kosong.

Karena badan istri gw begitu dingin, gw ke dapur untuk bikin teh. Sewaktu gw mengaduk teh, tiba-tiba “Sreeek... sreeek” seperti suara cakaran didinding. “Maa.. maa?” Teriak gw. Tidak ada jawaban. “MAA..!?” Teriak gw lagi. “KRING... KRING” suara ponsel mengagetkan gw. Gw angkat dan ternyata dari puskesmas.

“Iya, halo?” Jawab gw. “Kami dari puskesmas, sebelumnya ingin meminta maaf. Kami menemukan istri anda ditepi sungai dalam keadaan meninggal”
“Hah?! Gak salam sambung nih?” Tanya gw heran. “Ini benar dengan bapak A***?” “Iya, benar” kata gw yg masih heran. “Iya pak, jadi gini, kami baru menemukan istri anda di tepi sungai, lebih tepatnya di bawah jembatan dan sekali lagi pak, kami mohon maaf dan kami turut berduka, istri bapak sudan tiada, dan malam ini kami segera mengantarkan jenazah istri bapak ke rumah” ucap suster puskesmas itu

Gw menutup telepon itu dengan keadaan bingung, mau nangis sebenernya tapi siapa yang ada di kamar gw?

Gw menuju ke kamar sambil membawa teh. “Ma.. minum dulu teh nya biar tenang” kata gw dengan nada ketakutan. “Kreeeeek” tiba-tiba pintu kamar tertutup dengan sendirinya dan disambut dengan lolongan anjing riuh terdengar di belakang rumah. Jantung gw deg deg duaarr, keringat gak terasa sudah membasai tubuh gw. Ntah karena ketakutan ntah karena gw belum mandi dari kemarin.
“Maaf” tiba-tiba kata itu terlontar dari mulut istri gw. “Maaf untuk apa?” Kata gw sambil menelan ludah. Belum sempat istri gw menjawab, terdengar suara sirine ambulance dari kejauhan.

“Ninu.. ninu.. ninu..” suara itu semakin dekat dan kemudian berhenti tepat didepan rumah gw. Tubuh gw serasa kaku setelah gw lihat dari balik jendela kamar, sebuah jenazah dikeluarkan dari mobil itu. Gw pun keluar kamar dan membukakan pintu rumah.

Gw membisu terpaku ketika mereka membaringkan jenazah dan gw lihat wajah itu tidak lain tidak bukan ialah istri gw terbujur kaku seperti orang meninggal, iya memang meninggal tapi beda dari orang yang meninggal pada umumnya. Wajahnya begitu pucat kebiruan dan matanya melotot tidak bisa ditutup. Gw seakan tidak percaya apa yang baru gw lihat.

Gw menuju kamar, dan gw liat istri gw udah hilang, gw pun menaiki tempat tidur untuk memastikan. “Kreeeeeek” terdengar suara itu lagi, ternyata celana gw robek semakin lebar yang mana dari kemarin gw belum ganti celana. Gw menangis menjerit menyesali.
Sampai sini gw baru menyadari, kita tidak benar-benar terpisah, kita hanya sedang saling menunggu, untuk dipertemukan kembali.
-Anonim-

Sumber: FP Badarawuhi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar