Rabu, 30 Oktober 2019

DEJAVU


“Sindi apa kabar?”. Tanyanya diujung telepon

“Baik, ma”. Jawabku

Hanya itu yang mampu terucap dalam mulutku. Walaupun tanyanya singkat, tapi raga ini ingin sekali menemuimu. Kangen melihat senyum hangatmu dan menghirup aroma masakanmu.

“Mama apa kabar? Papa sehat?”. Tanyaku sambil menahan rindu dan menahan tangis.

“Mama baik, Papa juga Alhamdulillah sehat”. Jawabnya

“Ma, sindi tutup teleponnya ya? Sindi lagi ngerjain tugas, besok harus dikumpul, lagian udah malam juga. Mama istirahat ya”. Kataku cemas menutup telepon

Maaf ma, bukan maksud anakmu ini berbohong dan kurang ajar, tetapi aku nggak ingin mama khawatir denganku di perantauan. Dan sebenernya pulsa Sindi tinggal 2rb perak 😭😭
Aku berharap mama dan papa baik-baik saja di kampung dan tunggu anakmu ini pulang untuk melepas rindu.

Sudah 2 tahun aku di perantauan dan belum pernah pulang kampung. Bukannya nggak kangen keluarga tapi karena nggak punya biaya. Lagian uangnya jika PP (Pulang Pergi) itu bisa untuk bayar uang kuliah satu semester.

Aku mengerti keadaan ekonomi keluargaku yang serba pas-pasan. Dibilang miskin ya enggak, dibilang kaya juga nggak, ya ditengah-tengah lah. Makanya orang kayak aku ini bingung masuk kategori apa. Mau daftar beasiswa bidik misi katanya orang kaya, padahal mau bayar uang kuliah aja susah. Mau daftar beasiswa berprestasi di kampus nggak pinter-pinter amat. Hadeeeehh.
Karena asik mengeluh dan mengeluh di kamar kos-an ku, tanpa sadar sedari tadi pintu kamar kos ku ada yang mengetuk.

“Siapa?!!”. Tanyaku keras

Nggak ada jawaban sama sekali, tapi pintu kos-an ku terus digedor-gedornya. Membuang rasa penasaran aku langsung membukakan pintu dan aku kaget, di sana tidak ada orang sama sekali sehingga membuatku merinding. Aku liat kanan dan kiri kok dingin sekali hawanya, saking dinginnya wajahku kaku hampir membeku. Aku baru sadar ternyata yang aku buka itu pintu kulkas, pantes kok dingin.

Oke, kali ini aku berlari ke pintu depan ternyata Bandi temen kampus ku yang dari tadi mengetuk.
“Ada apa ban?”. Tanyaku datar

Dia gak menjawab pertanyaanku. Aku tanya lagi

“Kenapa ban? udah malam ni jangan bikin orang takut ah”. Nggak disahut juga sama dia. Eh taunya aku ngobrol sama ban motor tetangga kosku.

Bandi memandangku dengan kesal.
“Sin, pinjem uang dong, laper banget nih, dari siang belum ada makan”. Kata Bandi sambil megang perutnya.

Aku orangnya nggak tegaan dan nggak enakan sama orang, walau aku lagi butuh banget nih uang tapi aku nggak tega kalau nggak ngasih pinjam ke Bandi.

“Berapa? aku nggak bisa ngasih banyak sih. Yaudah nih cukup lah untuk beli nasi padang”. Kataku sambil menyodorkan uang.

“Cukup banget nih, terima kasih ya Sin. Besok kalau ada uang langsung ku ganti” Katanya sambil pergi menaiki motor bututnya.

Kata basa-basi “kalau ada uang langsung kuganti” adalah bullshit. Aku ikhlas uangku nggak kembali. Karena biasanya orang yang pinjam uang sama aku abis itu hilang ntah kemana. Aku jadi merasa kayak Soeharto.

Setelah Bandi pergi, aku masuk kos kemudian mematikan lampu dan beranjak ke kasur untuk tidur.
Sewaktu tidur aku bermimpi aneh, tapi seperti gak mimpi. Kalau orang bilang itu erep-erep tapi kalau aku bilang bukan erep-erep, bingung kan? Iya sama, soalnya aku bisa teriak gitu.

Jadi, waktu tidur walau dengan lampu yang mati aku bisa melihat dengan jelas ada makhluk gede banget merangkak keluar dari lemari baju dan langsung menindih sambil mencekik ku. Aku nggak bisa bergerak dan nggak bisa berbuat apa-apa, semakin ku berontak semakin kuat cekikannya, aku berusaha teriak tapi karena cekikannya sangat kuat yang terdengar malah seperti suara orang ngorok. Sekujur tubuhku sudah basah dengan keringat yang mengucur deras. Aku pun berusaha sekuat tenaga mengambil bantal guling yang disamping kananku.

“Bruukk”. Suara pukulan bantal guling yang berhasil ku raih sampai jauh terlempar mengenai pintu kosku.

Mataku melirik kanan dan kiri tidak ada apa-apa, makhluk itu sudah pergi. Namun, sekelebat bayangan hitam itu muncul lagi dan langsung mencekik dan tiba-tiba aku tersentak buka mata bangun dari tidur.

“Astaghfirullah, cuma mimpi”. Kataku pelan.

Lalu aku bangun dari tempat tidur dan menghidupkan lampu. Ketika lampu hidup aku melihat bantal gulingku sudah berada di depan pintu. Lah kok bisa? Apa aku mengigau dan nggak sengaja melemparkan bantal gulingnya? Mimpi sih tapi kok kayak nyata? Pikiran ku bercamuk saat itu.
Kemudian aku melihat jam sudah menunjukkan pukul 01.00. Biasanya jam segini mama pasti nelpon untuk nyuruh ku Sholat Tahajud. Apa mama lupa? Nggak mau ambil pusing aku beranjak ke tempat tidur lagi dan kali ini lampu tidak aku matikan. Tidak lama aku tidur tiba-tiba handphone ku berbunyi.

“Kring.. kring.. kring”. Suara panggilan handphone ku.

Dengan setengah sadar dan keadaan masih merem aku mengambil hp ku di bawah bantal. Tapi bentar.. ini aneh, hp ku ada di bawah bantal tapi kenapa aku mengambilnya tidak di bawah bantal? Jadi, sewaktu aku mengambil hp seperti ada tangan yang mengasihkan hp di dekat telinga kiri ku dan aku langsung mengambilnya.

Sewaktu aku baru “ngeh” atas kejadian itu, aku cepat-cepat buka mata lebar-lebar dan melihat hp yang dari tadi bunyi. Aku lihat ternyata panggilan dari mama, pasti mau ngingetin aku Sholat. Namun, setelah aku mengangkat teleponnya dan baru menjawab “Hallo”, tiba-tiba badanku seperti ada yang menindih dan leherku dicekik tapi aku tidak melihat apa-apa. Apa ini yang dinamakan Dejavu? pikirku saat itu.

Wajahku memerah, mataku melotot dan aku pun jatuh pingsan.
Pagi pun tiba, aku terbangun dari pingsanku. Ntah aku pingsan sambil tidur, ntah aku tidur sambil pingsan. Pokoknya saat pagi tiba aku terbangun dengan keadaan menyesal karena tidak Sholat Subuh.
Masih tergambar jelas kejadian semalam, aku masih shock pagi itu. Bangun dari tempat tidur aku melihat ada darah dikasur ku, padahal aku tidak lagi menstruasi saat itu. Kemudian aku membersihkannya dengan kain basah lalu aku jemur.

Setelah itu aku ngecek hp, betapa kagetnya aku ada notifikasi 56 panggilan tak terjawab dari mama. Aku pun mencoba menghubunginya balik.

“Hallo ma? Ada apa ya ma?”. Tanyaku

“Iya, hallo. Sindi! Kamu semalem ngapain? Kok semalem mama telepon ada suara desahan laki-laki? Tolong jangan bikin mama khawatir!”. Jawab mamaku penuh amarah.

Aku kaget, tiba-tiba mama marah. Padahal semalem setelah aku ngangkat telepon dari mama aku pingsan. Gimana bisa ada suara laki-laki?

“Nggak ada ngapain-ngapain ma”. Kataku gugup.

“Kalau nggak ngapain-ngapain kenapa ada suara desahan lak...tuuuuuut” Telepon terputus karena pulsa ku habis.

Aku masih menunggu telepon balik dari mama, tapi ntah kenapa pagi itu aku tunggu-tunggu tidak kunjung ditelepon. Apakah mama pulsanya juga habis? Ntah lah.

Pikiranku kacau pagi itu sampai malas sekali berangkat kuliah. Pikiranku berkecamuk menjadi satu, tak ada habisnya pertanyaan-pertanyaan diotakku. Siapa suara laki-laki tadi malam? Siapa yang mencekikku? Ada apa dengan kos ini? Sudahlah, dari pada bingung mikirkan itu, mendingan aku kuliah saja.

Singkat cerita aku menceritakan kejadian ku ini pada Alda temen kampusku. Kata dia kosku itu dulu pernah ada kasus pembunuhan dan mayatnya disembunyikan di dalam lemari.
Mendengar penjelasan dari temen ku, aku langsung bertanya-tanya. Apakah itu di kamar kosku? Soalnya sewaktu aku menempati kamar itu ada lemari yang tidak boleh dipindah dan tidak boleh dipakai sama pemilik kosnya. Kalau itu bener, berarti yang selama menganggu ku adalah....
Sampai akhirnya aku pun meminta tolong sama Alda agar dia mengizinkanku tinggal sementara di kos dia.

Malam hari pun tiba, aku langsung bergegas ke kos temenku itu yang nggak terlalu jauh dari kosku.
Sesampainya di sana, aku seperti tidak asing dengan ruangan kamar kosnya. Hmmm.. Dejavu. Ruangannya sama percis kayak di kamarku, letak tempat tidurnya, lemarinya, meja belajarnya bahkan arah kiblatnya untuk Sholat sama percis. Ehh kalau arah kiblat sih di mana-mana emang sama arahnya, gimana sih aku.

“Sin, aku tinggal bentar ya? Mau ke Indomaret”. Kata Alda meminta izin keluar

“Oke”. Jawabku singkat

“Pintunya kunci aja, ntar kalau ada orang yang ngetuk pintu selain aku jangan dikasih masuk”. Katanya lagi

“Lah, emang kenapa?”. Tanyaku heran

“Udahlah ikuti aja perintahku”. Jawabnya datar.

Setelah nggak lama Alda pergi, mamaku nelpon.

“Iya, hallo ma? Passwordnya? Hehe”. Tanyaku bercanda

“........” Tidak ada jawaban.

“Hallo? Hallo ma? Hallo? Mama masih marah ya sama Sindi? Sungguh ma, sindi nggak ada buat macem-macem di sini. Kalau sekiranya Sindi uda bikin mama marah, khawatir atau sakit hati, Sindi minta maaf”. Kataku cemas

“Mama yang minta maaf sama Sindi, karena tidak percaya sama anaknya. Lagian Sindi kan sekarang sudah besar, anak papa dan mama satu-satunya. Mama percaya Sindi bisa jaga diri di sana. Sindi yang baik di sana ya? Jangan macem-macem. Inget kita itu cuma tamu. Jadi, jangan bikin masalah di kota orang”. Kata mama menasehati

Mendegar itu tanpa sadar air mataku pun jatuh. Sudah lama tidak dinasehati mama seperti ini, kangen sekali rasanya.

“Mama yang baik juga di sana ya? Kirim salam juga sama papa.” Kataku sambil mengelap air mata.
“Tuuuuut... tuuuut”. Panggilan terputus

Lagi sedih-sedihnya kenapa putus sih, apa mama kehabisan pulsa juga? Gini amat dah jadi keluarga yang fakir pulsa.

“Tok..tok..tok”.

Aku dikagetkan dengan Suara ketukan pintu

“Siapa? Alda ya?”. Tanyaku, namun tidak ada jawaban

Aku berlari dan membukakan pintu, kali ini aku memastikan bener-bener yang aku buka ini pintu depan bukan pintu kulkas.

“Hah kok kosong?”. Gumamku

Sial lagi-lagi aku salah buka pintu, malah pintu kamar mandi yang ku buka. Tapi ini kenapa kamar mandi ada di depan sih!

Oke, kali ini aku mengintip dari jendela untuk mengetahui siapa yang ada di luar. Aku lihat tidak ada siapa-siapa di luar. Namun, karena penasaran aku buka saja pintunya, dan betapa kagetnya aku ternyata mama ku. Aku langsung memeluknya.

“Ya ampun ma, kok bisa tau Sindi di sini? Kerja sama ya sama Alda mau bikin suprise? Tapi kan Sindi lagi nggak ulang tahun? Yuk masuk ma, mama dingin sekali soalnya”. Kataku senang

Mamaku tidak menjawab apa-apa, hanya senyum tipis. Malam itu wajah mamaku terlihat pucat sekali, seperti orang yang kehabisan darah.

“Mama duduk dulu di sini ya? Sindi tinggal bentar, mau pipis”. Kataku ke mama

Setelah itu, aku kembali menemui mama, namun yang ku dapatkan malah Alda yang lagi duduk.

“Loh Alda?”. Tanya ku heran

“Kok nggak kamu kunci sih pintunya?”. Tanyanya balik

“Bentar, mama ku mana Al? Tadi dia duduk di sini”. Tanyaku lagi

“Mama siapa? Aku tadi ke sini nggak ada siapa-siapa kok, malah heran aja pintunya nggak kamu
kunci. Tolong jangan bilang ada orang selain aku masuk ke sini tadi”. Kata Alda

“Mama ku Al, tadi dia ke sini”. Kataku panik.

“Sudahlah lupakan sin, itu bukan mama kamu. Logika aja deh, kalau itu beneran mama kamu, pasti sekarang dia masih di sini. Di kosan ini memang sering kejadian seperti itu, makanya tadi aku ngelarang nggak boleh ada yang masuk selain aku”. Kata Alda menjelaskan

“Hah? Jadi ada makhluk yang menyerupai ibu ku?”. Kataku takut

“Iya gitu, tapi lebih baik kamu nggak perlu tau jauh tentang ini. Ntar kamu malah makin takut tidur sini. Yaudah nih minum dulu biar tenang”. Kata Alda sambil melempar minuman teh pucuk dari tas plastik indomaret miliknya.

Kemudian kami tidak membahas hal itu lagi, karena takut mengundang makhluk itu katanya. Dan kami pun memilih tidur.
Seperti biasa alarm hp ku berbunyi tepat 4.30 untuk membangunkanku Sholat subuh. Anehnya mama ku tidak ada telepon untuk menyuruhku sholat tahajud dan subuh. Biasanya pasti dia menelpon, mungkin pulsanya abis, pikirku berpositif thinking.

“Al.. nggak Sholat?”. Tanyaku membangunkan Alda.

“Nggak Sin, wakilin dulu ya”. Jawab Alda seenaknya.

“Dih, kalau kamu masuk surga berarti aku yang wakilin ya?”. Tanyaku becanda

“Ya nggak lah, aku kan masuk neraka, jadi ntar kamu yang wakilin aku”. Jawabnya

“Bangsat juga ya anda”. Kataku memaki

Setelah selesai Sholat, aku pun lanjut tidur lagi.

Pagi telah tiba, aku dibangunkan toa Masjid yang lagi mengumumkan ada orang meninggal. Yang bikin kaget dari pengumuman itu, nama orang meninggalnya hampir sama dengan ibuku, hanya saja nama belakangnya yang beda. Lagi-lagi aku mengalami dejavu, karena suara orang yang di toa Masjid, aku seperti pernah mendengarnya tapi lupa ntah di mana.

Singkat cerita, aku dan Alda pun pergi ke kampus. Setelah sampai kampus aku mendapatkan telepon dari Papa. Wah tumben nih papa telepon, pasti ada yang penting. Memang, biasanya kalau papa nelpon karena ada hal penting saja yang mau diomongin. Beda sama mama yang tiap hari nelpon yang hanya tanya kabar terus. Hehehe

“Hallo Pa? Kenapa?”. Tanyaku

“Sindi lagi di mana?”. Tanyanya balik

“Di kampus pa. Emang kenapa pa?”. Tanyaku penasaran

“Sindi bisa pulang sekarang nggak? Papa sudah transfer ke rekening Sindi”. Kata Papaku yang kayak dari tadi menahan tangis.

“Kok tiba-tiba pa? Emang ada apa sih?”. Tanyaku semakin penasaran

“........” Tidak ada jawaban

“Hallo pa?”

“Mama udah nggak ada Sin. Mama kecelakaan kemarin sore. Tadinya mama kamu koma dan bisa melewati masa kritisnya. Tapi ternyata mama kamu kehilangan banyak darah dan pihak rumah sakit kehabisan stok kantong darah dan Tuhan berkehandak lain Sin. Tuhan lebih sayang mama”. Kata Papaku terisak-isak.

Mendengar itu, aku langsung terdiam seribu bahasa, seperti nggak percaya apa yang baru saja ku dengar. Bagaiman bisa mama koma tapi masih sempat nelpon ku semalam? Jadi siapa yang nelponku? Terus jangan-jangan arwah semalem itu mamaku? Aku menangis tidak karuan hari itu dan Alda cuma bisa menenangkan ku.

Singkat cerita, setelah memakan waktu cukup lama aku pun sampai di kampung halaman. Sudah banyak sekali orang layat berdatangan ke rumah. Tangis ku pecah di sana, seperti tidak percaya apa yang baru saja ku alami. 2 tahun tidak pulang ke rumah, tidak pernah melihat wajahnya kecuali pas video call, sesampai di rumah untuk melepas kangen malah datang untuk berduka.

Mama kecelakan waktu itu katanya habis rekaman. Sekedar info, beliau memang penyanyi, tapi tidak terkenal amat. Kayak penyanyi indie gitu. Cuma dari cafe ke cafe untuk mencari nafkah, sedangkan Papa yang bermain gitar. Papa waktu itu selamat atas kejadian naas tersebut. Hanya Mama yang tidak selamat.


Kalau kalian mau mendengar rekaman dan ingin mendengar suara nyanyian mamaku,
ini dia rekamannya : https://youtu.be/HABrnvKfpkQ

 Sumber Cerita: FP Badarawuhi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar