Minggu, 09 Desember 2012

TAJAU KUYANG DIDESA TUANA TUHA

Soal mistis bukanlah asing di telinga masyarakat Kalimantan Timur, apalagi mereka yang berdiam di alur sepanjang pedalaman Sungai Mahakam. Kalau di Bali, manusia jadi-jadian ada yang disebut Leak. Begitu juga dengan daerah Sulawesi Tengah ada pula yang disebut Popo. Namun di Kaltim walau hakikatnya sama tetapi sebutannya berbeda yaitu Kuyang. KUYANG adalah salah satu mahluk jadi jadian dari sekelompok manusia yang menganut ilmu hitam tertentu. Belum lagi ilmu-ilmu hitam semacam kesaktian menghancurkan lawan atau orang yang tak disuka melalui angin misalnya dengan sebutan “Parang Maya, Panah Terong, Racun gangsa, Perakut, Putting Belayung,” dan lain sebagainya. Kebanyakan aliran ilmu dan penganut hitam ini dibawa sejak jaman Hindu Kaharingan, yaitu sejak keberadaan Kerajaan Kutai Mulawarman. Dahulu ketika terjadi peperangan dengan pihak Kerajaan Kutai Kartanegara, Orang-orang Kutai Mulawarman melakukan perlawanan selain secara fisik juga adu ilmu kesaktian melalui berbagai hal mistik. Banyak orang Kutai Kartanegara yang hampir kewalahan menghadapi ilmu-ilmu hitam orang-orang Kutai Mulawarman. Namun karena di Kutai Kartanegara banyak pula yang memahami akan ilmu hitam tersebut, maka terjadilah adu kekuatan yang seru. Namun karena jelas Kutai Mulawarman telah kalah dalam berperang maka sedikit demi sedikit para penganut aliran hitam ini mulai berkurang dan melarikan diri keberbagai daerah di pedalaman. Orang-orang Mulawarman tersebut lari keberbagai daerah di pedalaman seperti daerah Sabintulung, Menamang, Wahau, Kombeng, Kota Bangun, Kahala, Belayan, Genting Tanah, dan Tuana Tuha. Daerah yang disebut terakhir inilah yang merupakan daerah tempat para penganut aliran hitam yang disebut hantu Kuyang bertahan. Di daerah ini orang tidak bisa sembarang bicara apalagi berkata “pongah”. Kalau juga berani, artinya dia tentu punya simpanan atau isi yang juga tangguh. Karenanya bila kita singgah di daerah tersebut ada saja orang atau penduduk yang bertanya. “Banyakkah sangu yang kita bawa..?“ Pertanyaan tersebut bukan bermaksud mempertanyakan bekal yang kita bawa, tetapi lebih dimaksud bekal ilmu atau pertahanan mistik. Siapapun yang mengaku atau menjawab “Ya, bekal yang saya bawa cukup,” maka ujungnya tunggulah pada senja hingga malam harinya. Tanpa ampun berdatangan kiriman angin jahat yang mampu membunuh dia. Dapat dibayangkan, kalau kita pergi menamu di rumah penduduk, salah mata atau salah bicara, tampa sadar “anunya” (alat kelamin) kita bisa berada atau bertengger di dinding rumah. Oleh mereka hal tersebut hanyalah disebut main-mainan. Namun demikian cerita ini adalah cerita tempo doeloe, yang jika sekarang ini sudah jauh berbeda karena dilanda kemajuan zaman yang kian berganti. Tetapi walau demikian, menurut cerita, soal penganut aliran tersebut masih bisa ditemukan di daerah yang disebut Tuana Tuha yaitu daerah yang letaknya di sungai belayan, tidak begitu jauh dari Kota Bangun. Sekarang, menurut kabar yang masih dominan adalah penganut aliran Hantu Orang atau “ Kuyang.“ Masalahnya yang disebut Kuyang ini bisa beranak pinak dan turun menurun. Mereka adalah manusia biasa yang dalam kesehariannya tidak beda dengan masyarakat umum bergaul dan berbaur. Bedanya kalau hari telah malam. Mereka penganut aliran ini mulai melakukan aktifitasnya selaku hantu kuyang, yang oleh masyarakat tertentu juga disebut sebagai ”penanggalanan”. Kalau yang disebut “Hantu Orang,” mereka bisa menghilang atau terlihat sesuka hati mereka. Untuk tak terlihat jelas, mereka jika berjalan selalu berbalik rambut menutupi wajah. Kerjanya mencari orang yang hendak melahirkan. Jika bertemu, maka orang tersebut akan dihisap darahnya sampai mati. Dan apabila ada orang yang mati beranak, secara umum masyarakat pasti menjaga kuburan orang yang meninggal. Karena apabila tak dijaga, maka kuburan itu bisa terbongkar dan mayatnya hilang atau raib entah dibawa kemana. Lain lagi halnya dengan yang disebut “ Hantu Kuyang”. Kuyang ini tidak berjalan dengan badan yang utuh. Mereka selalu menyembunyikan badan mereka di balik pintu, atau di belakang lemari, atau di samping ranjang yang terlindung kelambu, atau dimana saja yang bisa dijadikan tempat berlindung. Setelah badannya bisa disembunyikan, kepala-kepala mereka lalu tercabut meninggalkan badan mereka dengan isi perut terburai dan ikut terbang keluar rumah. Mereka berterbangan dari rumah ke rumah mencari orang baru meninggal atau hendak melahirkan. Kerja dan sifatnya sama dengan hantu orang. Menurut cerita, darah orang yang akan melahirkan itu rasanya amat manis bagaikan madu. Lalu jika dalam beberapa hari mereka tidak mendapatkan mangsa mereka akan menjadi ganas dan kesakitan serta kehausan tak terkira. Tetapi jika sudah mendapatkan darah atau kuburan baru barulah tubuh mereka menjadi segar dan tak lagi merasa dahaga. Orang-orang penganut aliran hitam ini jika melahirkan anak, mereka selalu membawa anak mereka kes uatu tempat dimana terdapat sebuah gentong atau tajau. Disini si anak yang masih kecil dimasukkan ke dalam muara tajau tersebut berkali kali sambil membaca mantera anak Dengan demikian anak tersebut telah menjadi anggota keluarga mereka. Gentong tersebut diberi nama “Tajau Kuyang“ dan terletak di sebuah hutan di antara kampung Tuana Tuha dan Genting Tanah. Hingga kini “Tajau Kuyang “ tersebut masih bisa ditemukan. Tak ada seorangpun yang berani mengusik apalagi memindahkan atau menghancurkan tempat tersebut. Memang kabarnya dahulu ada yang mencoba melakukan pencurian terhadap benda tersebut. Kenyataannya si pencuri ditemukan penduduk mati dengan mata melotot dan lidah terjulur bagai tercekik. Semenjak itulah tak ada lagi orang ada yang berani mengusik benda tersebut sekalipun dia adalah maling mandraguna. Tidak dijelaskan asal-usul dari mana benda tersebut didatangkan. Begitu pula siapa yang meletakkannya ditempat itu. Yang jelas umurnya tentu telah ratusan tahun. Sedang pemujaan dilakukan setiap malam Kamis oleh suara-suara dan bayangan gaib yang tak bisa dikenali siapa saja orangnya. Yang jelas pemujaan tambah ramai jika pada waktu bulan purnama yang bersinar terang. Walau demikian tak ada orang yang berani datang mendekat ke tempat tersebut. Terkecuali orang yang tak tahu atau karena dikehendaki oleh mahluk-mahluk yang sedang melakukan pemujaan. Pernah sekali ada orang yang mengalami terbawa ke dalam acara pemujaan tersebut. Di sana dia melihat banyak orang yang sedang melakukan pemujaan berjalan berkeliling memutari “Tajau Kuyang“ dengan semuanya berpejam mata. Setelah itu apabila lewat tengah malam, mereka lalu berpesta. Di sini dia melihat hampir keseluruhan dari pemuja tersebut adalah wanita yang rata-rata sangat cantik. Dalam pesta si orang tadi diberi berbagai makanan dan minuman yang lezat hingga mabuk. Ternyata setelah sadar, orang ini tersandar pada sebatang pohon yang tak jauh dari tempat di mana terdapat “Tajau Kuyang“ itu. Percaya tidaknya cerita ini memang adalah merupakan cerita yang berkembang di masyarakat terutama masyarakat di daerah Tuana Tuha dan Genting tanah. Soal “Tajau Kuyang” secara pasti dinyatakan memang masih ada dan tak ada siapapun yang berani mengusiknya. Nah,..! jika ada di antara anda yang mempunyai nyali atau penasaran, silakan coba dan datang ke daerah tersebut. Tentu penduduknya akan menyambut dengan ramah dan mengantarkan Anda ketempat tujuan. Silakan mencoba….!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar