Di area perusahaan malam hari sebenarnya keadaannya terang benderang. Listrik berasal dari Genset besar yang dihidupkan semalam penuh. Tiap barak sudah dilengkapi dengan lampu-lampu penerangan. Ditengah lapangan (dihadapan barak) ada dua buah lampu ber daya watt besar hingga menerangi hampir semua tempat di area itu. Salah satu lampu menyorot kearah parkiran alat-alat berat yang merangkap sebagai bangunan bengkel. Sebelum keluar dari area perusahaan kita akan melewati sebuah pos kecil tempat wakar berjaga. Wakar di area dalam perusahaan ada 2 orang. Sift kerjanya dibagi siang dan malam. Aku sudah mengenal baik keduanya. Orang tua, dan semuanya berasal dari desa setempat.
Beralih ke kantin. Bangunan kantin sendiri berupa rumah dengan ukuran 20 X 10 meter pesegi. Berbeda dengan bangunan lain, kantin tidak sepenuhnya berdinding kayu. Lebih dari setengah bagian dibiarkan terbuka tapi berdinding kawat. Banyak terdapat kursi dan meja panjang sebagai tempat makan bagi karyawan. Pada bagian lain kantin diberi sekat dan memiliki 2 ruangan. Salah satunya merupakan tempat menginap ibu kantin sedangkan ruang lain untuk meletakkan barang-barang sembako. Sejak aku bekerja, ibu kantin sudah memiliki pembantu baru yang berasal dari kampung terdekat. Pembantunya tersebut hanya sewaktu-waktu saja menginap di sini. Selesai jam kerja ia pulang ke kampungnya.
*********
Jam di mobil menunjukkan waktu lewat pukul 7 malam. Aku sudah berusaha mencari keberadaan anak kecil yang baru saja menghilang. Tidak ada rasa takut kala itu karena aku berpikir apa yang kulihat itu anak manusia. Dengan rasa penasaran, aku menyusuri jalanan sejauh 50 meter meninggalkan mobil demi mencari anak tersebut. Akan tetapi sia-sia saja. Anak tadi tidak dikelihatan juga keberadaanya. Aku pun memutuskan kembali kemobil dan meneruskan perjalanan.
Cuaca kembali berubah menjadi gerimis saat aku tiba diarea perusahaan. Kali ini gerimisnya lebih lebat dari sebelumnya. Guntur dan petir terdengar bersahut-sahutan. Jam menunjukkan hampir pukul delapan. Biasanya, jam segini di kantin masih ada beberapa karyawan yang makan malam atau nongkrong untuk minum kopi. Akan tetapi, tidak kala itu. Kemungkinan pengaruh cuaca buruk sehingga orang-orang memilih istirahat lebih cepat di baraknya masing-masing. Lampu bagian luar kantin tempat karyawan biasanya makan juga tidak menyala. Mungkin putus akibat petir, pikirku. Sebelumnya sudah berkali-kali lampu-lampu disini padam akibat petir.
Akupun menghentikan mobil tepat dihadapan kantin. Buru-buru aku keluar untuk masuk kebagian kantin tempat kami biasanya makan. Aku lalu duduk-duduk pada sebuah kursi panjang sambil mengelap tangan dan kepala yang sedikit basah oleh gerimis. Walaupun lampunya padam, bagian kantin itu masih agak terang karena mendapat cahaya dari lampu besar yang berada di lapangan tengah. Dari tempat duduk itu aku mengetahui bahwa ibu kantin dan pembantunya sepertinya belum tidur. Kemungkinan sedang sibuk membersihkan peralatan makan yang kotor atau menata barang-barang. Suara obrolan orang pun terdengar dengan jelas. Akan tetapi aku sendiri tidak mengerti apa yang sedang dibicarakan. Sesekali terdengar juga suara orang terbatuk-batuk dan tertawa. Suara laki-laki. Mungkin ada tamu luar atau keluarga ibu kantin yang menginap. Sampai saat itu aku masih menganggap semuanya normal-normal saja.
Beberapa saat kemudian, akupun melangkahkan kaki menuju ke pintu ruangan ibu kantin. Lampu di ruangan itu terlihat masih menyala dengan terang. Aku pun mengetuk pintunya sambil memanggil nama ibu kantin. Bermaksud meminta makan malam sekalian menitipkan barang perusahaan yang aku bawa tadi. Tiba-tiba suara-suara yang tadi aku dengar berhenti begitu saja. Lalu kemudian terdengar langkah kaki seseorang menuju pintu dan berhenti tepat disisi lain pintu yang masih tertutup. Aku sedikit lega sambil menunggu pintu dibuka. Aneh lagi, suara langkah orang tadi hanya berhenti saja, tidak langsung membukakan pintu.
Sesaat menunggu pintu masih juga tertutup. Aku kembali mengetuk pintu sambil berkata-kata lebih nyaring.
“Buk, aku **** cepat buka pintunya… lapar nih! Ada barang juga yang harus ku titip disini!”
Tidak ada sahutan sama sekali. Anehnya suara langkah orang dibalik pintu tadi malah terdengar berjalan menjauh kedalam lalu mematikan lampu didalam kamar. Suasana berubah menjadi gelap dan hening. Merasa tak dihiraukan, akupun kembali ke kursi panjang untuk duduk-duduk lalu menyalakan rokok kembali sambil berpikir.
“Aneh sekali, apakah ibu kantin tidak mengenalku? Atau mungkin lagi tidak mau diganggu?Jangan-jangan ibu kantin sedang marah padaku? Kalau marah, apa salahku? Rasa-rasanya tidak ada masalah hari ini dengan ibu kantin. Ketemu juga cuma tadi siang waktu makan. Aku dan ibu kantin sudah lama akrab seperti anak dan ibunya. Tidak mungkin dia tega membiarkan aku diluar. Mana hujan lagi. Atau jangan-jangan ibu kantin digantikan orang baru?” sejenak aku berpikir dalam hati.
Sampai rokok yang aku hisap habis, keadaan dikantin itu sepi sekali. Terakhir sebelum menuju barak aku kembali memanggil dan mengetuk pintu namun seperti sebelumnya tidak ada sahutan sama sekali. Akupun memutuskan meninggalkan kantin menuju barak dengan berjalan kaki sementara mobil masih dibiarkan terparkir depan kantin. Berbagai pikiran aneh berputar-putar dikepala.
Setibanya di barak tempat aku bermalam langsung disambut oleh 2 orang temanku yang masih mengobrol sambil berbaring dikasur. Mereka masih belum tidur. Mereka menyapa dengan ramah. Basa-basi dengan pertanyaan perjalananku hari ini. Pergi kemana? Mengambil apa? Kenapa sampai malam?
Semua pertanyaan itu kujawab singkat saja karena masih bingung dengan kejadian yang kualami barusan. Akupun menceritakan kejadian tadi pada kedua orang temanku ini. Tidak ada reaksi berlebih dari mereka. Mungkin karena sudah pernah mengalami hal ini. Salah satunya mengatakan jika anak kecil yang aku maksud itu adalah hantu, bukan anak manusia. Hantu yang menghuni tempat ini. Masih mending yang aku lihat wujudnya manusia biasa. Katanya dia sendiri dulu pernah bertemu anak kecil ditempat yang sama waktu dijalan. Wujudnya anak kecil laki-laki telanjang dengan wajah penuh koreng.
Temanku yang satunya lagi mengatakan jika dia juga pernah bertemu beberapa anak kecil ditempat kerjanya. Semuanya laki-laki. Bermain-main pada alat berat yang dioperasikannya. Saat ia tiba, anak-anak itu berlarian kedalam hutan dan menghilang. Ada hal yang mereka anggap lucu, yaitu aku kok berani-beraninya memberi teh kotak pada hantu. Teh kotak tersebut masih utuh dimobil. Mereka menyarankan agar besok dibuang saja disekitar tempat aku bertemu anak kecil itu.
Mengenai kejadian di kantin. Kedua temanku menanggapinya lain. Mereka seakan tidak percaya dengan ceritaku. Katanya kantin itu kosong. Ibu kantin tidak ada ditempat. Sekitar hampir jam delapan tadi ibu kantin ikut pembantu pulang kerumahnya dikampung L. Menjenguk ibu pembantunya yang sakit, sekalian bermalam di sana. Mereka mengendarai sepeda motor. Jika sekitar jam delapan tadi aku masih berada dijalan, seharusnya mobilku berpapasan dengan mereka berdua. Tidak ada simpang jalan yang lain. Kami seharusnya bertemu dijalan itu. Sekarang terbalik, giliran aku yang kurang percaya dengan kata-kata mereka. Daripada berdebat, kami pun sepakat untuk sama-sama kekantin untuk membuktikan ucapanku.
Saat itu gerimis berganti hujan yang lumayan deras. Dengan memakai jas hujan dan payung kami pun berjalan menuju kantin. Dari jarak yang agak jauh, terlihat kantin itu terang benderang oleh cahaya lampu yang masih menyala. Aneh sekali. Jika sebelumnya bagian luar kamar ibu kantin gelap, bagaimana mungkin sekarang lampunya masih hidup? Saat kami tiba dikantin, tidak ada siapapun ditempat itu. Kami memanggil-manggil nama ibu kantin agar dibukakan pintu. Tidak ada jawaban apa pun. Lampu didalam kamar juga masih menyala. Tak bisa dibantah lagi, ucapan mereka benar adanya. Ibu kantin sedang tidak ada disini.
Kami bertiga pun berencana berbalik untuk kembali ke barak. Akan tetapi, baru beberapa langkah menjauhi pintu, tiba-tiba saja terdengar beberapa benda jatuh di dalam kamar ibu kantin. Suaranya mirip panci atau mungkin wajan yang sengaja dijatuhkan ke lantai. Kami bertiga saling bertatap-tatapan mematung tanpa bicara sepatah kata pun. Kulihat wajah kedua temanku pucat pasi ketakutan. Aku sendiri sebenarnya tidak takut seperti mereka. Hanya saja bulu kuduk serasa merinding berkali-kali.
Salah satu dari temanku kemudian mengajak kami secepatnya keluar dari tempat itu. Menurutnya, makhluk didalam kantin sudah mulai marah karena terganggu oleh kehadiran kami. Sebaiknya menjauh saja sebelum ada yang kesurupan. Tanpa pikir panjang kami pun berlari menembus hujan menuju ke barak.
Setibanya di kamar barak kami pun menenangkan diri masing-masing. Setelah keadaan tenang kami bercakap-cakap tentang kejadian barusan. Anehnya aku sendiri saat itu tidak begitu ketakutan, yang ada hanya rasa penasaran ingin melihat langsung wujud makhluk yang kami dengar tadi. Kukatakan pada mereka bahwa aku kembali kekantin. Sebenarnya bukan berniat mencari penampakan. Melainkan hanya ingin memindahkan mobil ke pos wakar supaya tidak menghalangi jalan di depan kantin. Teman-teman khawatir dengan keadaanku. Mereka bergantian mengingatkan agar aku tidak begitu sok berani.
“Hati-hati mas. Gak perlu penasaran mas, hantu jangan dicari. Apalagi kalau bulu kuduk sudah berdiri. Itu ciri-ciri mas akan melihat sesuatu yang aneh. Jangan dipaksakan. Bisa-bisa kesurupan loh. Sudah pernah kejadian yang seperti ini. Sebaiknya biarkan saja mobilnya disitu sampai pagi.” Kata mereka.
“Oh gak apa-apa mas! yakin aja gak akan terjadi hal buruk. Aku kesana cuma mau memindahkan mobil. Nanti diomeli ibu kantin. Gak akan mengganggu. Kalau kalian khawatir, temani aku yah!” kataku sambil tertawa kecil.
“Gak mau ah, nanti basah lagi, hujannya makin deras. Kalau masih mau kesana, terserah mas saja. Tapi kami tetap disini!” kata mereka kemudian.
Aku tahu ucapan mereka hanya alasan saja takut kebasahan. Karena kami bisa memakai payung atau jas hujan biar tidak basah. Aku pun maklum kalau sebenarnya kedua orang ini sangat ketakutan. Dengan memakai jas hujan dan berbekal mandau yang katanya pusaka milik temanku, aku pun keluar dari kamar menuju kearah kantin untuk memindahkan mobil seorang diri. Sebelum benar-benar pergi, aku memberitahu mereka bahwa aku tidak akan kembali lagi kekamar. Karena akan bermalam di pos wakar. Jadi kusarankan mereka berdua agar mengunci pintu saat aku sudah keluar nantinya.
Beruntung sekali saat aku tiba di kantin tidak ada lagi kejadian-kejadian aneh. Lampu yang ada diluar dan di dalam kamar pun masih menyala dengan terang. Tidak ada orang lain di sana. Kemana suara-suara tadi? Jika memang hantu, apakah mereka ketakutan dengan mandau yang kubawa? Entahlah. Kembali pada soal kepercayaan, aku sama sekali tidak percaya pada benda-benda yang memilki kekuatan mistik. Mandau hanyalah mandau. Terbuat dari besi. Kegunaannya sama seperti pisau atau parang. Kecuali terbuat dari emas baru boleh disebut istimewa.
***********
Mobil segera aku hidupkan dan bergerak menuju ke Pos Wakar. Jaraknya sekitar 100 meter dari arah kantin. Pos wakar berdiri disamping gerbang masuk perusahaan. Gerbang ini tidak memilki pintu. Dijaga oleh wakar siang dan malam secara bergantian. Setiap kendaraan atau siapa pun yang memasuki perusahaan dari arah jalan besar sudah pasti melewati pos ini. Bagi orang luar selain karyawan, harus melaporkan diri di Pos Wakar tentang keperluan berada ditempat itu. Aku sudah lama mengenal orang tua yang menjadi wakar(sekuriti) diperusahaan ini. Sudah berkali-kali juga bermalam di Pos yang ia jaga. Semua orang memanggilnya “abah” termasuk aku, karena beliau bisa dikatakan paling tua diantara semua orang ditempat ini. Selintingan kata menyebut jika abah ini sesungguhnya kebal dan dukun yang sakti. Sebagian lagi menyebut jika abah adalah seorang dukun pembual dan pembohong. Entah mana yang benar, karena aku sendiri tidak pernah menanyakannya langsung.
Saat aku tiba, abah sedang asyik duduk-duduk di sebuah kursi panjang pos wakar sambil mendengarkan musik dari sebuah pemutar MP3. Kami berbasa-basi sebentar. Beberapa saat kemudian abah mengeluarkan sebuah bungkusan kresek yang berisi makanan. Katanya itu titipan makanan untukku dari ibu kantin sebelum meninggalkan kantin tadi. Kabarnya ibu kantin akan bermalam di kampung L bersama pembantunya.
Mendengar penuturan abah, aku semakin percaya bahwa ibu kantin memang benar tidak ada disni seperti kata teman-teman tadi. Lalu siapa yang mematikan dan menyalakan lampu dikantin?
“Tadi sekitar jam 8 abah kemana? Aku lewat disini kok gak orang yah! Jadi aku langsung masuk saja!” tanyaku pada abah dalam bahasa kutai.
“Lah, sejak sore hingga sekarang saya itu ada di sini. Gak kemana-kemana. Hujan begini masa abah keluyuran? Emangnya ada apa?” jawab abah juga dalam bahasa kutai.
“Sekitar jam 8 tadi aku lewat pos ini loh bah. Asli sepi gak ada orang! Abah tertidur kali! Kataku membantah.
“Benar, tadi abah ada disini kok. Tidur juga gak. Kalau tidak salah sekitar jam 8 tadi ibu kantin ada disini menyerahkan bungkusan makanan untukmu itu. Kalau kamu lewat pakai mobil, saya pasti melihatnya. Mungkin kamu mabuk kali!” Kata abah sambil tertawa.
Akupun terdiam kebingungan sambil menggaruk-garuk kepala karena pusing atas peristiwa yang baru saja terjadi. Bagaimana mungkin aku melewati pos ini tanpa terlihat? Bagaimana bisa aku tidak melihat atau berpapasan dengan ibu kantin padahal jalan ini satu-satunya yang bisa dilewati kendaraan?
********’
Perut yang sudah keroncongan segera ku isi dengan makanan dari titipan ibu kantin. Sambil makan aku pun menceritakan semua peristiwa yang kualami beberapa saat lalu. Kutegaskan pada abah bahwa diriku saat ini tidak sedang mabuk. Masih waras, bah! Cerita yang aneh dan diluar akal sehat. Abah tampaknya mempercayai semua ucapakanku. Beliau menanggapi dengan tersenyum. Beruntung sekali diriku tidak sampai kesurupan lalu melarikan diri kedalam hutan, katanya. Kejadian yang sudah-sudah biasanya seperti itu.
“Kok bisa, bah? Apakah aku memiliki penjaga ghaib?” kataku sengaja memancing abah agar mau bercerita hal-hal yang sifatnya ghaib.
“Bukan, bukan penjaga ghaib. Memang benar semua orang itu ada penjaganya. Kamu juga punya hanya tak menyadarinya. Tapi bukan hal ghaib!” kata abah.
“Lalu apa, bah?” tanyaku semakin penasaran.
“Pikiran, akal sehat, itulah penjagamu! Dimanapun kamu berada, apapun yang kamu alami, selama masih dapat menggunakan akal pikiran dengan baik pasti aman.” kata abah sambil terkekeh-kekeh ketawa memperlihat giginya yang ompong. Maklum abah sudah cukup tua. Mungkin lebih tua dari ayahku yang ada di kampung. Kadang aku kasihan juga melihat abah apabila sedang memakan makanan keras. Misalnya ketika abah makan kacang. Orang tua ini kesulitan sekali mengunyah kacang bulat.
Aku hanya mengangguk-angguk membenarkan perkataan abah. Beberapa saat kemudian abah kembali melanjutkan ucapannya.
“Apa yang kamu alami malam ini tolong jangan ceritakan pada orang lain ya. Jika ada temanmu yang tahu suruh saja dirahasiakan. Kalau sampai tersebar dan rame seperti dulu akan banyak yang kesurupan. Kejadian tadi sebenarnya adalah peringatan buat abah. Sudah waktunya “diberi makan”. Setahun lalu waktu kayawan sering kesurupan, abah lah yang memberi makan penunggu disini. Besok abah akan menghadap pimpinan perusahaan untuk membicarakannya. Untuk kamu, sekali lagi ingat, jangan diceritakan pada orang lain!” Kali ini terdengar kata-kata abah lebih serius tanpa tersenyum.
“Siap, abah! Tapi aku harus bagaimana biar gak diganggu lagi!” tanyaku serius.
“Tenang saja. Kamu itu aman. Kan sudah memiliki penjaga? Justru beruntung loh bisa melihat hal-hal aneh!” kata abah dengan tertawa. Abah ini memang hebat,selain membual juga humoris.
Aku hanya tersenyum kecut mendengar kata-kata abah sambil terus melanjutkan makan. Menurutnya dalam waktu dekat ia dan beberapa pimpinan perusahaan nanti akan menggelar semacam ritual didalam hutan. Ritual mengubur kepala kambing untuk memberi makan semua penunggu di tempat ini agar tidak mengganggu para karyawan.
Setelah selesai makan, aku dan abah masih terus mengobrol sambil merokok. Banyak hal-hal baru yang kuketahui dari abah. Banyak nasehat-nasehat yang diberikan khusus untukku sebagai “orang baru”. Hampir semuanya berhubungan dengan hal-hal ghaib. Walaupun kami berbeda keyakinan, aku percaya semua ucapannya.
Tak terasa jam kala itu rupanya sudah menunjukkan pukul 12 malam. Abah lalu bangkit dan memukul bel dari besi di pos sebanyak 12 kali. Dalam semalam, bel besi ini berbunyi 3 kali pada jam 9, jam 12, dan jam 3 pagi. Pada jam-jam tersebut bel akan dipukul sebanyak itu juga. Tujuannnya untuk memberitahu semua orang ditempat ini bahwa wakar penjaga masih dalam keadaan bangun.
Selesai memukul bel, abah lalu turun ketanah untuk melakukan tugas rutinnya. Tugasnya adalah berkeliling disekitar area perusahaan untuk menjaga keamanan para karyawan. Selain itu abah juga memeriksa tempat parkir alat-alat berat, mobil, dan bengkel supaya aman dari pencuri.
Aku sendiri memilih untuk tetap berada di pos setelah meminta izin untuk tidur ditempat ini. Setelah kepergian abah aku masuk kedalam pos dan berbaring santai menikmati udara malam yang dingin sambil memikirkan kejadian yang sudah aku alami. Semua peristiwa beberapa jam lalu memang tidak dapat diuraikan secara logika. Akan tetapi, kejadian semacam itu memang benar-benar ada dan mengubah pandanganku selama ini tentang hal-hal yang bersifat ghaib. Walaupun bukan orang yang taat beribadah, sedikit banyak aku pernah belajar agama waktu sekolah dulu. Benarlah kata guru agamaku saat masih sekolah bahwa “Tuhan itu ada” surga dan neraka itu ada” malaikat dan iblis juga ada”. Sebagai umat beragama sudah seharusnya kita mempercayainya.
Salam, TF 1
Tidak ada komentar:
Posting Komentar