Sabtu, 31 Oktober 2020

Ceritaku hari ini II

 

Di area perusahaan malam hari sebenarnya keadaannya terang benderang. Listrik berasal dari Genset besar yang dihidupkan semalam penuh. Tiap barak sudah dilengkapi dengan lampu-lampu penerangan. Ditengah lapangan (dihadapan barak) ada dua buah lampu ber daya watt besar hingga menerangi hampir semua tempat di area itu. Salah satu lampu menyorot kearah parkiran alat-alat berat yang merangkap sebagai bangunan bengkel. Sebelum keluar dari area perusahaan kita akan melewati sebuah pos kecil tempat wakar berjaga. Wakar di area dalam perusahaan ada 2 orang. Sift kerjanya dibagi siang dan malam. Aku sudah mengenal baik keduanya. Orang tua, dan semuanya berasal dari desa setempat.

 

Beralih ke kantin. Bangunan kantin sendiri berupa rumah dengan ukuran 20 X 10 meter pesegi. Berbeda dengan bangunan lain, kantin tidak sepenuhnya berdinding kayu. Lebih dari setengah bagian dibiarkan terbuka tapi berdinding kawat.  Banyak terdapat kursi dan meja panjang sebagai tempat makan bagi karyawan. Pada bagian lain kantin diberi sekat dan memiliki 2 ruangan. Salah satunya merupakan tempat menginap ibu kantin sedangkan ruang lain untuk meletakkan barang-barang sembako. Sejak aku bekerja, ibu kantin sudah memiliki pembantu baru yang berasal dari kampung terdekat. Pembantunya tersebut hanya sewaktu-waktu saja menginap di sini. Selesai jam kerja ia pulang ke kampungnya.

 

*********

 

Jam di mobil menunjukkan waktu lewat pukul  7 malam. Aku sudah berusaha mencari keberadaan anak kecil yang baru saja menghilang. Tidak ada rasa takut kala itu karena aku berpikir apa yang kulihat itu anak manusia. Dengan rasa penasaran, aku menyusuri jalanan sejauh 50 meter meninggalkan mobil demi mencari anak tersebut. Akan tetapi sia-sia saja. Anak tadi tidak dikelihatan juga keberadaanya. Aku pun memutuskan kembali kemobil dan meneruskan perjalanan.

 

Cuaca kembali berubah menjadi gerimis saat aku tiba diarea perusahaan. Kali ini gerimisnya lebih lebat dari sebelumnya. Guntur dan petir terdengar bersahut-sahutan. Jam menunjukkan hampir pukul delapan. Biasanya, jam segini di kantin masih ada beberapa karyawan yang makan malam atau nongkrong untuk minum kopi. Akan tetapi, tidak kala itu. Kemungkinan pengaruh cuaca buruk sehingga orang-orang memilih istirahat lebih cepat di baraknya masing-masing. Lampu bagian luar kantin tempat karyawan biasanya makan juga tidak menyala. Mungkin putus akibat petir, pikirku. Sebelumnya sudah berkali-kali lampu-lampu disini padam akibat petir.

 

Akupun menghentikan mobil tepat dihadapan kantin. Buru-buru aku keluar untuk masuk kebagian kantin tempat kami biasanya makan. Aku lalu duduk-duduk pada sebuah kursi panjang sambil mengelap tangan dan kepala yang sedikit basah oleh gerimis. Walaupun lampunya padam, bagian kantin itu masih agak terang karena mendapat cahaya dari lampu besar yang berada di lapangan tengah. Dari tempat duduk itu aku mengetahui bahwa ibu kantin dan pembantunya sepertinya belum tidur. Kemungkinan sedang sibuk membersihkan peralatan makan yang kotor atau menata barang-barang. Suara obrolan orang pun terdengar dengan jelas. Akan tetapi aku sendiri tidak mengerti apa yang sedang dibicarakan. Sesekali terdengar juga suara orang terbatuk-batuk dan tertawa. Suara laki-laki. Mungkin ada tamu luar atau keluarga ibu kantin yang menginap. Sampai saat itu aku masih menganggap semuanya normal-normal saja.

 

Beberapa saat kemudian, akupun melangkahkan kaki menuju ke pintu ruangan ibu kantin. Lampu di ruangan itu terlihat masih menyala dengan terang. Aku pun mengetuk pintunya sambil memanggil nama ibu kantin. Bermaksud meminta makan malam sekalian menitipkan barang perusahaan yang aku bawa tadi. Tiba-tiba suara-suara yang tadi aku dengar berhenti begitu saja. Lalu kemudian terdengar langkah kaki seseorang menuju pintu dan berhenti tepat disisi lain pintu yang masih tertutup. Aku sedikit lega sambil menunggu pintu dibuka. Aneh lagi, suara langkah orang tadi hanya berhenti saja, tidak langsung membukakan pintu.

 

Sesaat menunggu pintu masih juga tertutup. Aku kembali mengetuk pintu sambil berkata-kata lebih nyaring.

 

“Buk, aku **** cepat buka pintunya… lapar nih! Ada barang juga yang harus ku titip disini!”

 

Tidak ada sahutan sama sekali. Anehnya suara langkah orang dibalik pintu tadi malah terdengar berjalan menjauh kedalam lalu mematikan lampu didalam kamar. Suasana berubah menjadi gelap dan hening. Merasa tak dihiraukan, akupun kembali ke kursi panjang untuk duduk-duduk lalu menyalakan rokok kembali sambil berpikir.

 

“Aneh sekali, apakah ibu kantin tidak mengenalku? Atau mungkin lagi tidak mau diganggu?Jangan-jangan ibu kantin sedang marah padaku? Kalau marah, apa salahku? Rasa-rasanya tidak ada masalah hari ini dengan ibu kantin. Ketemu juga cuma tadi siang waktu makan. Aku dan ibu kantin sudah lama akrab seperti anak dan ibunya. Tidak mungkin dia tega membiarkan aku diluar. Mana hujan lagi. Atau jangan-jangan ibu kantin digantikan orang baru?” sejenak aku berpikir dalam hati.

 

Sampai rokok yang aku hisap habis, keadaan dikantin itu sepi sekali. Terakhir sebelum menuju barak aku kembali memanggil dan mengetuk pintu namun seperti sebelumnya tidak ada sahutan sama sekali. Akupun memutuskan meninggalkan kantin menuju barak dengan berjalan kaki sementara mobil masih dibiarkan terparkir depan kantin. Berbagai pikiran aneh berputar-putar dikepala.

Setibanya di barak tempat aku bermalam langsung disambut oleh 2 orang temanku yang masih mengobrol sambil berbaring dikasur. Mereka masih belum tidur. Mereka menyapa dengan ramah. Basa-basi dengan pertanyaan perjalananku hari ini. Pergi kemana? Mengambil apa? Kenapa sampai malam?

Semua pertanyaan itu kujawab singkat saja karena masih bingung dengan kejadian yang kualami barusan. Akupun menceritakan kejadian tadi pada kedua orang temanku ini. Tidak ada reaksi berlebih dari mereka. Mungkin karena sudah pernah mengalami hal ini. Salah satunya mengatakan jika anak kecil yang aku maksud itu adalah hantu, bukan anak manusia. Hantu yang menghuni tempat ini. Masih mending yang aku lihat wujudnya manusia biasa. Katanya dia sendiri dulu pernah bertemu anak kecil ditempat yang sama waktu dijalan. Wujudnya anak kecil laki-laki telanjang dengan wajah penuh koreng.

Temanku yang satunya lagi mengatakan jika dia juga pernah bertemu beberapa anak kecil ditempat kerjanya. Semuanya laki-laki. Bermain-main pada alat berat yang dioperasikannya. Saat ia tiba, anak-anak itu berlarian kedalam hutan dan menghilang.  Ada hal yang mereka anggap lucu, yaitu aku kok berani-beraninya memberi teh kotak pada hantu. Teh kotak tersebut masih utuh dimobil. Mereka menyarankan agar besok dibuang saja disekitar tempat  aku bertemu anak kecil itu.

Mengenai kejadian di kantin. Kedua temanku menanggapinya lain. Mereka seakan tidak percaya dengan ceritaku. Katanya kantin itu kosong. Ibu kantin tidak ada ditempat. Sekitar hampir jam delapan tadi ibu kantin ikut pembantu pulang kerumahnya dikampung L. Menjenguk ibu pembantunya yang sakit, sekalian bermalam di sana. Mereka mengendarai sepeda motor. Jika sekitar jam delapan tadi aku masih berada dijalan, seharusnya mobilku berpapasan dengan mereka berdua. Tidak ada simpang jalan yang lain. Kami seharusnya bertemu dijalan itu. Sekarang terbalik, giliran aku yang kurang percaya dengan kata-kata mereka. Daripada berdebat, kami pun sepakat untuk sama-sama kekantin untuk membuktikan ucapanku.

 

Saat itu gerimis berganti hujan yang lumayan deras. Dengan memakai jas hujan dan payung kami pun berjalan menuju kantin. Dari jarak yang agak jauh, terlihat kantin itu terang benderang oleh cahaya lampu yang masih menyala. Aneh sekali. Jika sebelumnya bagian luar kamar ibu kantin gelap, bagaimana mungkin sekarang lampunya masih hidup? Saat kami tiba dikantin, tidak ada siapapun ditempat itu. Kami memanggil-manggil nama ibu kantin agar dibukakan pintu. Tidak ada jawaban apa pun. Lampu didalam kamar juga masih menyala. Tak bisa dibantah lagi, ucapan mereka benar adanya. Ibu kantin sedang tidak ada disini.

 

Kami bertiga pun berencana berbalik untuk kembali ke barak. Akan tetapi, baru beberapa langkah menjauhi pintu, tiba-tiba saja terdengar beberapa benda jatuh di dalam kamar ibu kantin. Suaranya mirip panci atau mungkin wajan yang sengaja dijatuhkan ke lantai. Kami bertiga saling bertatap-tatapan mematung tanpa bicara sepatah kata pun. Kulihat wajah kedua temanku pucat pasi ketakutan. Aku sendiri sebenarnya tidak takut seperti mereka. Hanya saja bulu kuduk serasa merinding berkali-kali.

 

Salah satu dari temanku kemudian mengajak kami secepatnya keluar dari tempat itu. Menurutnya, makhluk didalam kantin sudah mulai marah karena terganggu oleh kehadiran kami. Sebaiknya menjauh saja sebelum ada yang kesurupan. Tanpa pikir panjang kami pun berlari menembus hujan menuju ke barak.

 

Setibanya di kamar barak kami pun menenangkan diri masing-masing. Setelah keadaan tenang kami bercakap-cakap tentang kejadian barusan. Anehnya aku sendiri saat itu tidak begitu ketakutan, yang ada hanya rasa penasaran ingin melihat langsung wujud makhluk yang kami dengar tadi. Kukatakan pada mereka bahwa aku kembali kekantin. Sebenarnya bukan berniat mencari penampakan. Melainkan hanya ingin memindahkan mobil ke pos wakar supaya tidak menghalangi  jalan di depan kantin. Teman-teman khawatir dengan keadaanku. Mereka bergantian mengingatkan agar aku tidak begitu sok berani.

 

“Hati-hati mas. Gak perlu penasaran mas, hantu jangan dicari. Apalagi kalau bulu kuduk sudah berdiri. Itu ciri-ciri mas akan melihat sesuatu yang aneh. Jangan dipaksakan. Bisa-bisa kesurupan loh. Sudah pernah kejadian yang seperti ini. Sebaiknya biarkan saja mobilnya disitu sampai pagi.” Kata mereka.

 

“Oh gak apa-apa mas! yakin aja gak akan terjadi hal buruk. Aku kesana cuma mau memindahkan mobil. Nanti diomeli ibu kantin. Gak akan mengganggu. Kalau kalian khawatir, temani aku yah!” kataku sambil tertawa kecil.

 

“Gak mau ah, nanti basah lagi, hujannya makin deras. Kalau masih mau kesana, terserah mas saja. Tapi kami tetap disini!” kata mereka kemudian.

 

Aku tahu ucapan mereka hanya alasan saja takut kebasahan. Karena kami bisa memakai payung atau jas hujan biar tidak basah. Aku pun maklum kalau sebenarnya kedua orang ini sangat ketakutan. Dengan memakai jas hujan dan berbekal  mandau yang katanya pusaka milik temanku, aku pun keluar dari kamar menuju kearah kantin untuk memindahkan mobil seorang diri. Sebelum benar-benar pergi, aku memberitahu mereka bahwa aku tidak akan kembali lagi kekamar. Karena akan bermalam di pos wakar. Jadi kusarankan mereka berdua agar mengunci pintu saat aku sudah keluar nantinya.

 

Beruntung sekali saat aku tiba di kantin tidak ada lagi kejadian-kejadian aneh. Lampu yang ada diluar dan di dalam kamar pun masih menyala dengan terang. Tidak ada orang lain di sana. Kemana suara-suara tadi? Jika memang hantu, apakah mereka ketakutan dengan mandau yang kubawa? Entahlah. Kembali pada soal kepercayaan, aku sama sekali tidak percaya pada benda-benda yang memilki kekuatan mistik. Mandau hanyalah mandau. Terbuat dari besi. Kegunaannya sama seperti pisau atau parang. Kecuali terbuat dari emas baru boleh disebut istimewa.

 

***********

Mobil segera aku hidupkan dan bergerak menuju ke Pos Wakar. Jaraknya sekitar 100 meter dari arah kantin. Pos wakar berdiri disamping gerbang masuk perusahaan. Gerbang ini tidak memilki pintu. Dijaga oleh wakar siang dan malam secara bergantian. Setiap kendaraan atau siapa pun yang memasuki perusahaan dari arah jalan besar sudah pasti melewati pos ini. Bagi orang luar selain karyawan, harus melaporkan diri di Pos Wakar tentang keperluan berada ditempat itu. Aku sudah lama mengenal orang tua yang menjadi wakar(sekuriti) diperusahaan ini. Sudah berkali-kali juga bermalam di Pos yang ia jaga. Semua orang memanggilnya “abah” termasuk aku, karena beliau bisa dikatakan paling tua diantara semua orang ditempat ini. Selintingan kata menyebut jika abah ini sesungguhnya kebal dan dukun yang sakti. Sebagian lagi menyebut jika abah adalah seorang dukun pembual dan pembohong. Entah mana yang benar, karena aku sendiri tidak pernah menanyakannya langsung.

Saat aku tiba, abah sedang asyik duduk-duduk di sebuah kursi panjang pos wakar sambil mendengarkan musik dari sebuah pemutar MP3. Kami berbasa-basi sebentar. Beberapa saat kemudian abah mengeluarkan sebuah bungkusan kresek yang berisi makanan. Katanya itu titipan makanan untukku dari ibu kantin sebelum meninggalkan kantin tadi. Kabarnya ibu kantin akan bermalam di kampung L bersama pembantunya.

Mendengar penuturan abah, aku semakin percaya bahwa ibu kantin memang benar tidak ada disni seperti kata teman-teman tadi. Lalu siapa yang mematikan dan menyalakan lampu dikantin?

 

“Tadi sekitar jam 8 abah kemana? Aku lewat disini kok gak orang yah! Jadi aku langsung masuk saja!” tanyaku pada abah dalam bahasa kutai.

 

“Lah, sejak sore hingga sekarang saya itu ada di sini. Gak kemana-kemana. Hujan begini masa abah keluyuran? Emangnya ada apa?” jawab abah juga dalam bahasa kutai.

 

“Sekitar jam 8 tadi aku lewat pos ini loh bah. Asli sepi gak ada orang! Abah tertidur kali! Kataku membantah.

 

“Benar, tadi abah ada disini kok. Tidur juga gak. Kalau tidak salah sekitar jam 8 tadi ibu kantin ada disini menyerahkan bungkusan makanan untukmu itu. Kalau kamu lewat pakai mobil, saya pasti melihatnya. Mungkin kamu mabuk kali!” Kata abah sambil tertawa.

 

Akupun terdiam kebingungan sambil menggaruk-garuk kepala karena pusing atas peristiwa yang baru saja terjadi. Bagaimana mungkin aku melewati pos ini tanpa terlihat? Bagaimana bisa aku tidak melihat atau berpapasan dengan ibu kantin padahal jalan ini satu-satunya yang bisa dilewati kendaraan?

********’

Perut yang sudah keroncongan segera ku isi dengan makanan dari titipan ibu kantin. Sambil makan aku pun menceritakan semua peristiwa yang kualami beberapa saat lalu. Kutegaskan pada abah bahwa diriku saat ini tidak sedang mabuk. Masih waras, bah! Cerita yang aneh dan diluar akal sehat. Abah tampaknya mempercayai semua ucapakanku. Beliau menanggapi dengan tersenyum. Beruntung sekali diriku tidak sampai kesurupan lalu melarikan diri kedalam hutan, katanya. Kejadian yang sudah-sudah biasanya seperti itu.

 

“Kok bisa, bah? Apakah aku memiliki penjaga ghaib?” kataku sengaja memancing abah agar mau bercerita hal-hal yang sifatnya ghaib.

 

“Bukan, bukan penjaga ghaib. Memang benar semua orang itu ada penjaganya. Kamu juga punya hanya tak menyadarinya. Tapi bukan hal ghaib!” kata abah.

 

“Lalu apa, bah?” tanyaku semakin penasaran.

 

“Pikiran, akal sehat, itulah penjagamu! Dimanapun kamu berada, apapun yang kamu alami, selama masih dapat menggunakan akal pikiran dengan baik pasti aman.” kata abah sambil terkekeh-kekeh ketawa memperlihat giginya yang ompong. Maklum abah sudah cukup tua. Mungkin lebih tua dari ayahku yang ada di kampung. Kadang aku kasihan juga melihat abah apabila sedang memakan makanan keras. Misalnya ketika abah makan kacang. Orang tua ini kesulitan sekali mengunyah kacang bulat.

 

Aku hanya mengangguk-angguk membenarkan perkataan abah. Beberapa saat kemudian abah kembali melanjutkan ucapannya.

 

“Apa yang kamu alami malam ini tolong jangan ceritakan pada orang lain ya. Jika ada temanmu yang tahu suruh saja dirahasiakan. Kalau sampai tersebar dan rame seperti dulu akan banyak yang kesurupan. Kejadian tadi sebenarnya adalah peringatan buat abah. Sudah waktunya “diberi makan”. Setahun lalu waktu kayawan sering kesurupan, abah lah yang memberi makan penunggu disini. Besok abah akan menghadap pimpinan perusahaan untuk membicarakannya. Untuk kamu, sekali lagi ingat, jangan diceritakan pada orang lain!” Kali ini terdengar kata-kata abah lebih serius tanpa tersenyum.

 

“Siap, abah! Tapi aku harus bagaimana biar gak diganggu  lagi!” tanyaku serius.

 

“Tenang saja. Kamu itu aman. Kan sudah memiliki penjaga? Justru beruntung loh bisa melihat hal-hal aneh!” kata abah dengan tertawa. Abah ini memang hebat,selain membual juga humoris.

 

Aku hanya tersenyum kecut mendengar kata-kata abah sambil terus melanjutkan makan. Menurutnya dalam waktu dekat ia dan beberapa pimpinan perusahaan nanti akan menggelar semacam ritual didalam hutan. Ritual mengubur kepala kambing untuk memberi makan semua penunggu di tempat ini agar tidak mengganggu para karyawan.

 

Setelah selesai makan, aku dan abah masih terus mengobrol sambil merokok. Banyak hal-hal baru yang kuketahui dari abah. Banyak nasehat-nasehat yang diberikan khusus untukku sebagai “orang baru”. Hampir semuanya berhubungan dengan hal-hal ghaib. Walaupun kami berbeda keyakinan, aku percaya semua ucapannya.

 

Tak terasa jam kala itu rupanya sudah menunjukkan pukul 12 malam. Abah lalu bangkit dan memukul bel dari besi di pos sebanyak 12 kali. Dalam semalam, bel besi ini berbunyi 3 kali pada jam 9, jam 12, dan jam 3 pagi. Pada jam-jam tersebut bel akan dipukul sebanyak itu juga. Tujuannnya untuk memberitahu semua orang ditempat ini bahwa wakar penjaga masih dalam keadaan bangun.

 

Selesai memukul bel, abah lalu turun ketanah untuk melakukan tugas rutinnya. Tugasnya adalah berkeliling disekitar area perusahaan untuk menjaga keamanan para karyawan. Selain itu abah juga memeriksa tempat parkir alat-alat berat, mobil, dan bengkel supaya aman dari pencuri.

 

Aku sendiri memilih untuk tetap berada di pos setelah meminta izin untuk tidur ditempat ini. Setelah kepergian abah aku masuk kedalam pos dan berbaring santai menikmati udara malam yang dingin sambil memikirkan kejadian yang sudah aku alami. Semua peristiwa beberapa jam lalu memang tidak dapat diuraikan secara logika. Akan tetapi, kejadian semacam itu memang benar-benar ada dan mengubah pandanganku selama ini tentang hal-hal yang bersifat ghaib. Walaupun bukan orang yang taat beribadah, sedikit banyak aku pernah belajar agama waktu sekolah dulu. Benarlah kata guru agamaku saat masih sekolah bahwa “Tuhan itu ada” surga dan neraka itu ada” malaikat dan iblis juga ada”. Sebagai umat beragama sudah seharusnya kita mempercayainya.

 

 

Salam, TF 1

Jumat, 30 Oktober 2020

Ceritaku hari ini

 

Ehmm…hehehe… setiap kami posting sesuatu di FP ini biasanya ada yang nagih cerita “Penguling” atau tulisan lainnya. Sambungannya kapan? Dah lama nih kok gak ada lanjutannya?

Belum tuntas cerita lama, malah membuat tulisan baru. Bersambung lagi!

Jujur, aku juga bingung menjelaskannya. Udah janji berkali-kali belum bisa ditepati. Selain karena sibuk bekerja, kami kadang juga kehilangan semangat dalam menulis. Dan yang paling parah, kehilangan ide tulisan. Sulit sekali merangkai kalimatnya. Entah dongeng atau  cerita nyata, harus berkali-kali bertanya pada sumbernya. Beban hidup dan bawaan umur kali ya, pelupa!

Siang kemarin aku sudah membuat konsep cerita lanjutan “Naga Sigruding”. Akan tetapi, baru beberapa baris  menulis, udah kehabisan ide. Aku mencoba memaksakan diri terus menulis. Namun, rasa malas malah menyerang bertubi-tubi. Pada akhirnya aku memilih langkah terakhir yaitu menghapus tulisan itu. Lalu melakukan aktivitas yang paling kusukai yaitu tidur siang.

Saat tidur siang aku malah bermimpi aneh. Mungkin kebawa cerita yang sedang aku garap barusan kali ya. Entahlah. Tapi mimpi tadi siang malah mirip sekali dengan  cerita “ Retha” yang dulu pernah dibuat. Walaupun tokohnya beda, masih seputar mimpi bertemu perempuan yang selama ini aku belum pernah bertemu dengannya. Apa perlu diceritakan disini? Kayaknya gak perlu yah! Soalnya itu mimpi gak ada ujung pangkalnya. Sayangnya aku keburu dibangunkan ibuku ketika memasuki waktu shalat ashar. Aku hanya ingat perempuan di dalam mimpi itu bernama “mustika”. Sebuah nama yang indah. Nama, umumnya mewakili  tampang (wajah) si pemilik nama. Kalian bisa bayangkan. Cantik pastinya. Tetapi apalah artinya kalau gak ada didunia nyata.

Sore hari, demi menghibur diri aku jalan-jalan berkeliling kampung untuk menghilangkan kejenuhan. Setelah pulang, aku lalu duduk-duduk dipinggir sungai sambil memberi makan 8 ekor kucing liar. Mereka makan dengan lahapnya. Maklum hanya diberi makan sehari sekali. Biasanya total ada 13 ekor. Sisanya entah ada dimana. Kasian. Memberi makan kucing dialam terbuka bukan hal mudah. Aku harus menjaga makanan kucing dari ayam-ayam rakus tetangga yang juga ikut numpang makan. Kalau gak di halau habislah. Makanya aku pun terus menunggui kucing-kucing itu makan sampai selesai.

Langit sore tadi cukup bersahabat. Hanya ada beberapa awan mendung di kejauhan bagai pengembara kesepian. Sesepi diriku sendiri dalam penantian…………….! (skip)

Ditengah-tengah kesibukanku menghalau beberapa ayam yang ingin merebut makanan kucing, aku kedatangan seorang teman, tepatnya tetangga. Laki-laki seumuran adikku. Ia lalu duduk-duduk di dekatku. Sambil menjaga makanan kucing kami pun mengobrol beberapa hal tanpa arah. Mulai dari “Kecamatan Kenohan” yang katanya masuk zona merah kembali, tentang demo-demo di TV menolak UU Omnibuslaw,  sampai isi UU Omnibuslaw itu sendiri. Obrolan yang berat gaess! Terutama masalah UU omnibuslaw. Kayak pakar hukum aja, padahal kami berdua juga belum pernah melihat apalagi membaca UU Cipta Kerja yang menurut perdebatan netizen di sosmed,  tebalnya lebih dari 1000 halaman. Woww.

 

Nah, dari obrolan Omnibuslaw inilah merambat ke soal pekerjaan. Temanku ini dulunya memang pernah menjadi karyawan disebuah perusahaan yang mengelola penebangan dan penanaman Pohon Akasia. Kalau tidak salah berdiri sekitar tahun 2008. Letaknya disuatu tempat yang masih memiliki hutan lebat. Termasuk kedalam wilayah kecamatan Kembang Janggut. Berjarak kurang lebih 20 km dari Kecamatan Kembang Janggut. Ini hanya perkiraan saja. Soalnya aku sendiri belum sekalipun menginjakkan kaki kesana.

Temanku sendiri bekerja diperusahaan itu katanya sekitar tahun 2010 sebagai sopir mobil pengangkut barang makanan. Sebuah mobil  “Strada” tua menggantikan sopir lama, temannya sendiri. Sebelumnya temanku ini bekerja sebagai “hokmen” pembantu operator alat berat yang menggarap lahan diperusahaan lain. Ia pun menceritakan pengalaman paling berkesan yang pernah dialaminya selama bekerja dari tahun 2010 sampai 2013 tersebut padaku sore tadi. Aku sudah meminta izinnya untuk menuliskan kedalam cerita. Oleh karena itu, daripada melanjutkan cerita-cerita yang belum selesai lebih baik menuliskan cerita ini saja sebelum keburu lupa.

Agar lebih mudah, penulis disini akan memposisikan diri sebagai orang pertama. Orang yang langsung mengalami cerita ini.  Silakan terus membaca sampai selesai.

Aku mulai bekerja di PT. A  sekitar tahun 2010. Perusahaan ini berdiri kurang lebih 6 tahun sebelumnya. Camp perusahaan sendiri berada didirikan pada sebuah tanah seluas satu hektar. Dengan dikelilingi oleh lahan penanaman kayu. Beberapa barak karyawan dan rumah para pimpinan dibuat terpisah. Ada juga sepertinya beberapa barak sedang dibangun kala itu. Satu barak terdiri dari beberapa sekat kamar bagi karyawan. Dalam satu kamar diisi oleh dua sampai empat orang. Total ada 30 orang karyawan tetap, termasuk para pimpinan (manager) dan staf kantor  yang tinggal ditempat ini.

Sebenarnya perusahaan ini memiliki ratusan karyawan lain yang merupakan warga dari beberapa kampung berbeda. Karyawan-karyawan itu akan pulang kekampungnya sore hari ketika jam kerja telah selesai. Mereka hanya akan kembali lagi esok harinya untuk bekerja kembali. Jadi karyawan yang menempati barak-barak disini hanya yang berasal dari tempat jauh. Kebanyakan merupakan karyawan yang dibawa oleh perusahaan dari cabangnya ditempat lain dan berasal dari luar pulau Kalimantan. Mereka adalah operator alat-alat berat, sopir truk, para mekanik, dan beberapa staf kantor perusahaan.

Kurang lebih seminggu setelah mengajukan diri untuk melamar sebagai karyawan, aku pun mendapat panggilan dari manager perusahaan. Sesuai keinginanku, aku memang ditempatkan sebagai sopir mobil pengangkut barang-barang keperluan perusahaan. Aku saat itu hanya digaji Rp 1,8 juta perbulan saja. Tidak ada jam lembur. Jika tinggal dibarak, urusan makan dijamin 3 kali sehari kecuali rokok. Kalau sepakat maka aku langsung bekerja saat itu juga. Tanpa membantah aku pun langsung menyanggupinya

Setelah mengisi beberapa formulir dan perjanjian kerja aku pun di tes secara langsung untuk mengoperasikan mobil. Semua berjalan lancar. Memiliki Sim dan pengalaman lima tahun sebelumnya menjadi sopir truk pengangkut “kayu belambangan” mempermudah semuanya. Maka akupun resmi menjadi karyawan diperusahaan sejak hari itu.

Aku pun diberikan pilihan untuk tinggal di barak atau dikampung. Yang penting pada pada saat jam kerja selalu ada ditempat kerja. Dan satu hal lagi, jam kerjaku tidak sama dengan karyawan lain. Hanya sewaktu-waktu saja mobil yang aku kendarai beroperasi. Akan tetapi tidak mengenal waktu. Kadang pagi, sore, bahkan malam hari sekalipun harus siap berangkat. Sebenarnya lebih banyak santainya. Mungkin itu pula pertimbangan perusahaan gajiku paling murah dari karyawan lain. Bayangkan sopir digaji cuma Rp 1,8 juta. Sedangkan seorang sopir truk sekitar 4 juta. Operator alat berat gajinya diatas 5 juta ditambah jam lembur dan bonus mereka bisa menerima puluhan juta perbulan.

Setelah mempertimbang jarak dan waktu. Aku kala itu memilih tinggal dibarak perusahaan. Kalau mau sebenarnya aku bisa pulang pergi dari rumah keperusahaan dengan mobil kerjaku. Perlu waktu kurang lebih 2 jam dari kampung ke sana. Akan tetapi jalan yang dilewati masih banyak tempat-tempat yang rusak dan sangat licin ketika musim hujan. Tidak ada signal telepon sama sekali. Hubungan jarak jauh hanya menggunakan Radio HT. Berbeda jauh dengan keadaan saat ini.

Aku tinggal pada sebuah barak yang sebelumnya di huni oleh 2 orang dalam satu kamar. Jadi total ada kami bertiga yang menempati kamar itu. Aku langsung akrab dengan mereka. Keduanya adalah operator alat berat . Suku jawa tapi lahir dan tinggal di kota S. Tidak jauh dari barak kami ada sebuah bangunan tersendiri yang dijadikan kantin sebagai tempat makan karyawan. Selain itu, dikantin perusahaan inilah para karyawan yang ada bisa membeli atau berhutang barang-barang keperluan sehari-hari seperti rokok atau gula pasir, teh, kopi, susu, dll.

Malam pertama tinggal di barak bersama 2 orang teman baru cukup asing bagiku. Suasana saat itu benar-benar sepi. Beda jauh kalau siang hari, banyak karyawan lain mondar mandir di areal perumahan ini. Namun sejak tadi sore mereka sudah pulang kedesanya masing-masing yang berjarak sekitar puluhan kilometer saja. Kami saling menyesuaian diri. Mengobrol akrab banyak hal sambil minum kopi sebelum tidur. Dari cerita cerita mereka berdua, katanya ditempat yang kami tinggali sekarang dulu pernah dihuni oleh seorang lelaki tua yang juga bekerja sebagai operator. Akan tetapi lelaki itu sudah lama meninggal karena sakit aneh dan dikuburkan dikampung halamannya.

Cerita yang cukup menyeramkan adalah katanya kalau kita tidur sendirian dikamar ini, entah siang atau malam sering bermimpi aneh di datangi sejenis kera besar yang disebut orang berok malam. Belum lagi ada cerita lainnya. Sebelah belakang barak yang kami tinggali ada jalan setapak mengarah kesebuah sungai kecil. Jaraknya sekitar 150 meter. Di sungai inilah karyawan-karyawan mandi atau mengambil air minum. Di sungai ini pula dibuat sebuah rakit kecil lengkap dengan jambannya sebagai tempat untuk buang air besar. WC umum karyawan sebenarnya ada satu. Akan tetapi sering kekurangan air.

Sebelum mencapai sungai kecil itu kita akan melewati rimbunan hutan yang sama sekali tidak digarap sebagai lahan kebun. Entah apa alasannya. Namun dari cerita masyarakat sekitar di hutan itu dulunya pernah menjadi tempat “buang bangkai” bagi orang mati yang dimasukkan kedalam peti kayu yang disebut “lungun”.  Hanya cerita masa lalu. Karena jika kita berada ditempat tersebut tidak akan ada satupun melihat penampakan lungun. Ada cerita lain yang mengatakan jika lungun-lungun itu sudah lapuk menyatu dengan tanah karena sangat lamanya.

Akan tetapi anehnya,  katanya  kalau “beruntung” konon kita bisa melihat begitu saja barisan lungun-lungun yang  ditata pada sebuah tiang tinggi. Ada juga yang diletakkan ditanah. Penampakan demikian hanya sekilas saja. Pernah ada juga karyawan “apes” berburu kancil dihutan itu pada malam hari membawa anjing. Ketika memasuki hutan tersebut anjingnya malah kabur katakutan.  Sang pemilik anjing sendiri kaget karena tiba-tiba saja terdengar suara benda berat bergerak kearahnya. Saat disorot dengan senter, rupaya suara itu berasal dari sebuah lungun yang sudah berlumut berjalan bolak-balik. Ia pun lalu berlari ketakutan mengikuti anjingnya untuk menuju kearah barak. Saat mencapai jalan besar, lungun itu pun menghilang begitu saja.

Ada lagi cerita lain yang berlokasi dipinggir sungai kecil. Tepatnya berada di sisi sungai sebelum mencapai jamban. Katanya disana ada penunggunya berupa perempuan berambut panjang yang bisa berubah-ubah wujud. Kadang cantik, kadang sangat menyeramkan. Walaupun begitu, sangat jarang sekali ada penampakan. Lebih banyak kesaksian hanya mendengar suara tangisan perempuan pada saat berada dijamban. Suara tangisan wanita ini bisa terdengar walaupun siang hari saat suasana ditempat itu benar-benar sepi. Bagi orang-orang penakut, biasanya hanya mendengar suara tangisan saja sudah buru-buru kabur ke barak. Lain halnya bagi para pemberani yang penasaran mencoba mencari asal suara tersebut. Hasilnya si pencari yang penasaran ini malah kembali kebarak dengan kondisi kesurupan.

Siapa sebenarnya perempuan menangis itu?

Kata temanku,  jelas bukan manusia. Melainkan arwah penasaran yang sudah cukup lama menghuni tempat  tersebut. Sejak awal perusahaan berdiri. Perempuan ini asalnya dari bangunan kantin. Seorang karyawan juga yang tugasnya membantu “ibu kantin” memasak makanan sehari-hari untuk semua orang.

Aku pun penasaran. Bagaimana ceritanya? Tanyaku pada teman-teman.

Karena sudah larut malam, teman-teman sepertinya enggan melanjutkan ceritanya. Bahkan sampai aku berhenti dari pekerjaan pun mereka tak pernah melanjutkan cerita tersebut. Singkatnya menurut teman-teman, dihutan ini banyak hantunya. Kami pun tidur beralaskan kasur masing-masing yang disediakan bagi karyawan.

Sebagai orang yang lahir dan hidup didesa, cerita-cerita seram bagiku bukanlah hal yang mengejutkan dan menakutkan. Bukannya sombong. Aku sudah terdidik menjadi pemberani. Beberapa kali pengalaman bekerja kayu didalam hutan. Belum pernah sekalipun mendengar suara-suara aneh menakutkan maupun melihat penampakan menyeramkan. Bahkan aku seakan tidak begitu mempercayai adanya hantu. Jika pun mendengar suara-suara aneh, tak lain hanya suara binatang hutan. Malam pertama berjalan dengan lancar sampai pagi. Semua cerita teman baruku berlalu begitu saja. Kami kembali ke tugas masing-masing.

*********

Setiap hari bekerja sebagai sopir, aku mengantarkan “ibu kantin” untuk membeli sembako di desa K. Seorang janda perempuan paruh baya seusia ibuku. Orangnya juga ramah. Ia sudah bekerja sebagai “tukang masak” sejak awal perusahaan berdiri. Suku bugis namun lahir dan tinggal pada sebuah desa di Kabupaten P. Katanya ia memiliki 3 anak yang masih sekolah disana.

Dari ceritanya aku jadi tahu kalau dulunya ibu kantin memiliki asisten seorang perempuan muda yang membantunya . awalnya semua berjalan lancar. Sekitar setahun bekerja sebagai tukang masak, asisten ibu kantin ternyata diam-diam menjalin hubungan asmara dengan salah satu karyawan yang menjadi operator alat berat. Akhirnya hamil tanpa pernikahan. Karena malu diketahui banyak orang, sang operator pada suatu ketika menghilang. Saat itu diperkirakan usia kandungan baru 2 bulan. Ada yang menyebut operator alat berat ini pulang ke tempat asalnya di luar pulau. Disana juga ia sudah berkeluarga.

Akibatnya perempuan hamil ini langsung diberhentikan dari pekerjaannya. Sebagai rekan kerja, ibu kantin pun masih berbaik hati membiarkan perempuan itu tinggal bersama di barak. Pernah sekali suatu sore perempuan ini ditemukan gantung diri pada sebuah pohon dipinggir sungai. Belum sempat meninggal karena keburu diselamatkan. Beberapa hari kemudian ibu kantin terpaksa mengantarkannya pulang kekampung asalnya.

Kurang lebih 3 bulan ibu kantin mendapat kabar jika mantan asistennya itu meninggal karena sakit. Berita itu tentu saja membuat ibu kantin merasa benar-benar sedih. Selain itu ia juga merasa bersalah karena dulu mengajaknya bekerja tanpa bisa menjaga dengan baik. Akibatnya ia merasa tidak enak dan stress berbulan-bulan. Pernah sampai punya keinginan untuk berhenti. Namun mengingat tanggungjawabnya membiayai anak-anak dikampung ibu kantin dapat terus bertahan hingga sekarang.

Dari cerita ibu kantin inilah aku sendiri menebak jika cerita-cerita teman satu kamar ada hubungannya. Sayangnya ibu kantin tidak mau menceritakan lebih jauh lagi. Cerita Aib semacam ini memang tidak pantas untuk diungkit kembali.

Setelah berbulan-bulan bekerja, aku semakin akrab dengan ibu kantin karena hampir tiap hari mengantarkannya belanja kebutuhan pokok dikampung lain. Hingga saat itu pula cerita teman-teman mengenai keangkeran disini tak satu pun terbukti. Aku belum mendengar suara maupun melihat hantu. Mungkin karena menganggap aku pemberani, ibu kantin sering memintaku menemaninya kesungai jika ada keperluan malam hari. Sebelum aku bekerja, katanya ada wakar yang berjaga menemani. Alasannya bukan karena takut hantu, lebih kepada takut ada binatang buas. Wajar saja, kan perempuan.

Kurang lebih setahun kemudian semua berjalan lancar seperti biasanya.  Pada suatu sore aku mendapat tugas untuk mengambil spart part alat berat yang sudah dipesan di kampung K. Jaraknya lumayan jauh. Saat aku tiba, suasana sudah mulai gelap karena mendung. Setelah barang-barang itu diambil, akupun memacu mobil kembali keperusahaan. Gerimis mulai turun.

Saat memasuki simpang jalan masuk keperusahaan, dari kejauhan aku melihat seorang anak kecil berdiri dipinggir jalan. Walaupun agak gelap, masih dapat terlihat jelas bagian tubuhnya tanpa menyalakan lampu sorot mobil. Seorang anak perempuan kira-kira seumur anak SD. Memakai baju kaos lusuh anak laki-laki dan rok. Yang pasti bukan anak karyawan di perusahaan. Karena disana tidak ada anak kecil. Perkiraan pertama, mungkin anak orang dayak karena sekitar puluhan kilometer dari tempat kerja ada beberapa kampung dayak. Hal yang aneh menurutku, anak tersebut basah kuyup seperti terkena hujan lebat. Padahal ketika itu hanya gerimis kecil. Ketika berada tepat disamping anak tersebut, aku pun segera berhenti dan membuka jendela mobil untuk menyapanya.

“Dek, lagi nunggu apa? Orang tuamu dimana?” Tanyaku.

Anak kecil itu hanya diam saja sambil menatap tajam kearahku. Tubuhnya menggigil kedinginan. Aku kembali mengulang pertanyaan yang sama namun anak kecil ini tidak menjawab sama sekali. Mungkin  saja ia tak mendengar kata-kataku karena mesin mobil masih dalam keadaan hidup. Mesin mobil segera kumatikan. Merasa kasihan, aku keluar dari mobil mendekati anak itu.

“Dek asalmu darimana? Sendirian disini apa gak takut? Rumahmu dimana?”

Tidak ada jawaban sama sekali.

Mungkin saja anak ini tidak mengerti bahasa Indonesia, pikirku. Aku pun mencoba menyapanya dalam bahasa kutai dan dayak. Masih tidak ada jawaban selain hanya terdengar suara rintihan kecil yang kedinginan. Merasa sangat kasihan akupun memegang tangannya yang dingin bermaksud untuk mengajak masuk kedalam mobil.

“Kalau tidak mau menjawab, ya sudah! Adek masuk mobil om saja ya! Nanti om antarkan pulang!”

Tiba-tiba saja anak kecil itu menarik tangannya dengan kuat hingga terlepas. Napasnya turun naik seperti orang marah. Akupun memilih untuk tak bertanya lagi. Jujur saja ada sedikit rasa takut kala itu. Aku kembali masuk kedalam mobil, sementara anak kecil tersebut masih berdiri kedinginan sambil terus menatap tajam kearahku.

Didalam mobil, aku berpikir beberapa saat. Apakah anak ini sedang menunggu orang lain, pikirku. Tidak mungkin anak hantu. Karena kasihan, aku keluar kembali sambil membawa sebuah teh kotak yang aku beli di kampung K. Belum sempat diminum sedikitpun. Kuberikan langsung padanya. Anehnya anak ini langsung menerima sambil sedikit tersenyum kecut.

Kamu menunggu orang lain ya? tanyaku pelan.

Kali ini anak tersebut hanya mengangguk tanpa menjawab apa-apa. Aku sedikit lega. Berarti memang benar-benar anak manusia.

“Kalau begitu, om pulang duluan ya. Rumah om ada diperusahaaan sana. Om tinggal dibarak.” Kataku sedikit tersenyum kearahnya.

Kembali anak kecil dihadapanku hanya mengangguk saja.

Aku masuk kedalam mobil dan menghidupkan mesin. Gerimis sudah berhenti. Dari dalam mobil yang kacanya masih terbuka, kulihat anak tersebut memalingkan badannya menghadap kesisi jalan arah hutan. Sambil mobil bergerak pelan, aku masih memperhatikan anak itu lewat kaca spion. Baru beberapa meter bergerak, hanya dalam sekejap mata penampakan anak tersebut menghilang begitu saja. Akupun terheran-heran. Karena penasaran, mobil  Kumundurkan perlahan sampai kembali pada posisi semula. Anak kecil tadi memang benar-benar hilang entah kemana. Aku pun keluar dari mobil sambil membawa senter karena keadaan lebih gelap dari sebelumnya.

Cahaya senter aku arahkan segala arah mencari keberadaan anak tersebut. Akan tetapi, tidak ada siapapun ditempat itu selain aku sendiri. Yang paling aneh, teh kotak yang kuberikan padanya tergeletak dipinggir jalan.

Rabu, 14 Oktober 2020

Naga Sigruding

 

Menyusuri “Sungai Belayan” kearah hilir, kita akan menemukan sebuah tempat yang diberi nama “Rantau Sigruding”. Rantau Sigruding berupa “talok” (teluk kecil/lubuk) sungai yang lebih lebar dan dalam dibandingkan aliran sungai lainnya. Jaraknya sekitar 7 Km dari Desa Tuana Tuha. Dulunya tempat ini hanya berupa hutan dipinggir sungai. Akan tetapi, untuk saat ini rantau Sigruding menjadi pelabuhan kecil bertambatnya kapal/ponton pengangkut minyak sawit dari sebuah Perusahaan kelapa sawit. Selain itu juga di Rantau Sigruding saat ini bisa disebut “dusun” karena ditinggali oleh beberapa keluarga yang mendirikan rumahnya di sana.

Nampaknya hanya sewaktu-waktu saja ponton pembawa minyak sawit itu melakukan bongkar muat ditempat tersebut. Terutama ketika musim kemarau atau air sangat surut didaerah hulu sungai. Ketika musim kemarau dan air sungai surut, kapal maupun ponton yang ukurannya besar tidak akan bisa menyusuri sungai lebih jauh kearah hulu karena dangkal. Makanya kapal maupun ponton pengangkut hanya akan mudik kemudian berhenti saat mencapai Desa Tuana Tuha.

Lalu apa hubungannya Rantau Sigruding dengan Naga Sigruding?

Pembaca mungkin berpikir bahwa “rantau sigruding” dihuni oleh seekor naga.

Bisa saja. Kita tidak pernah tahu semua makhluk yang menghuni didalam air, kan?

 

Akan tetapi, sejak lahir hingga saat ini, kami belum pernah melihat makhluk air yang disebut naga disepanjang aliran sungai belayan. Bahkan orang tua maupun nenek kami yang lebih tua pun belum pernah melihat penampakan makhluk tersebut, selain hanya mendengar berupa ceritanya saja. Yah, kita boleh menganggap bahwa naga hanya ada dalam cerita dari buku dan di film-film. Boleh juga menyebutnya dongeng belaka.

 

Warga Tuana Tuha sebenarnya tidak terlalu mengenal yang namanya naga. Seperti pada umumnya, aliran air sungai belayan dihuni oleh ikan, udang, ular, buaya dan lain-lain. Ada lagi satu makhluk langka dan kami menyebutnya “Ular Lembu”.

 

Konon tidak jauh dari kampung kami, baik itu kearah hulu maupun hilir, warga sering melihat penampakan ular besar muncul ditengah-tengah sungai. Ular besar ini tidak diketahui ukurannya. Kemunculannya pun hanya ketika keadaan air surut dimusim kemarau dan menjadi pertanda tidak akan lama terjadi banjir besar di daerah hulu. Beberapa kesaksian menyebut ular ini bersisik, memiliki tanduk dikepala, dan hanya kelihatan sebagian tubuhnya. Tidak akan muncul lama dan tidak berbahaya. Apabila ada manusia yang melihat, ular lembu akan secepatnya tenggelam kedalam air. Sejak dulu warga meyakini bahwa hingga saat ini ular lembu masih ada disepanjang sungai belayan.

*******************

Kembali pada pokok cerita kita tentang “Naga Sigruding”

Sebagian besar orang zaman dulu memiliki “sahabat” sejenis Jin yang disebut “Hayapan”. Katanya wujud dari “sahabat” ini berupa makhluk-makhluk ganas seperti buaya, ular, harimau, dan naga. Konon, sahabat tersebut hanya bisa dilihat dan berkomunikasi dengan si Empunya. Si sahabat tadi ada yang mendapatkannya begitu saja misalnya lewat pertemuan tidak sengaja, atau lewat mimpi. Ada juga yang mendapatkan secara langsung dari keturunannya.

Khusus yang lewat keturunan, biasanya si empunya memperoleh anak berupa binatang. Contohnya ada orang yang melahirkan anak kembar dan salah satunya adalah buaya. Memang benar-benar buaya. Lalu ketika besar, buaya ini dilepas kesungai. Menjadi makhluk air. Lama kelamaan binatang ini menghilang namun masih bisa terhubung secara ghaib dengan keturunannya dari generasi ke generasi. Bagi keturunannya inilah sang buaya disebut “Hayapan”.

Apabila si keturunan tersebut minta bantuan atau misalnya mengalami sakit, si hayapan inilah tempat meminta pertolongan. Karena konon sang hayapan dapat bertindak layaknya dukun yang mampu mengobati orang sakit lewat mantera-mantera atau ritual tertentu. Untuk meminta bantuan sang hayapan juga tidak sembarangan. Perlu ritual-ritual dan perlengkapan berupa sesajen dan sebagainya untuk memanggilnya dan harus diberi makan pada saat-saat tertentu. Rata-rata yang kami tahu, hayapan diberi makan setiap tahun.

Tak jarang juga bagi generasi yang mewarisi hayapan dari nenek moyangnya terlupa memberi makan hayapan. Mereka akan mendapat “teguran” dari si hayapan tadi seperti mendadak ada keluarga yang sakit atau kesurupan. Bagi yang sakit lalu dibawa kedukun. Lewat dukun lalu diketahui ternyata ada “hayapan” dari nenek moyang yang belum diberi makan. Setelah ritual-ritual dilaksanakan, si sakit tentu saja akan sembuh.

*********************

Khusus di dalam keluargaku, selidik punya selidik, setelah sekian lama ternyata memiliki hayapan juga berupa NAGA dari nenek moyang zaman dahulu. Dan naga inilah yang akan diuraikan dalam tulisan “Naga Sigruding”

 

Apakah teman-teman juga ada yang memilik “sahabat” (hayapan) dari warisan nenek moyang?

 

Next.

 

Salam, TF 1