Kalimat "berguru kepada Allah" mungkin masih terasa asing di telinga
kebanyakan orang. Namun Abu Sangkan menggunakannya sebagai topik bahasan
dengan melihat dari sisi lain dari setiap pengajaran suatu ilmu yang
disampaikan oleh para guru maupun para pakar. Mereka adalah orang-orang
yang mendapatkan ilmu dari membaca buku yang tersusun dari huruf-huruf
maupun membaca dari setiap kejadian-kejadian unik dari fenomena alam
semesta ini. Apabila kita perhatikan surat Al 'Alaq ayat 1-5, Allah
menjelaskan apa yang dimaksud dengan kata "membaca" :
"Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu yang
menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah ,
Bacalah, dan Tuhanmu Yang Maha Pemurah, Yang mengajar (manusia) dengan
perantaraan kalam, Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak
diketahuinya" (QS 96:1-5)
Ayat di atas jelas sekali bagaimana Allah mengajarkan membaca dengan
melihat suatu kejadian penciptaan "manusia" mulai dari bentuk mudhgah
(segumpal darah) hingga menjadi bentuk manusia yang sempurna. Bila kita
bisa ceritakan kembali proses kejadian tersebut kepada orang lain maka
secara tidak sadar kita telah mengajarkan sebuah "ilmu".
Mari kita perhatikan dan renungkan bagaimana lebah menciptakan sarangnya
dengan arsitektur yang indah, para semut yang bekerja dengan tekun dan
kompak serta mengelompokkan dalam pekerjaan dengan menajemen yang sangat
rapih. Dan kita perhatikan seperti apakah sarang semut itu? Mereka
membuat sarang terdiri dari ruangan-ruangan yang berfungsi sebagai
gudang tempat menyimpan makanan, ruang untuk menyimpan larva, ruang
makan ratu semut yang dilayani semut pekerja dan tempat bertelur,
kemudian telur semut tersebut dibawa oleh pekerja ke ruangan khusus
penyimpanan telur. Ruang semut jantan dan ruang semut betina terpisah.
kepompong yang sudah menjadi semut sempurna diletakkan pada ruangan
tersendiri dan para semut ada yang bertugas merobek kepompong untuk
mengeluarkan semut-semut yang masih bayi. Kita lihat di ruangan yang
lain, semut-semut ini memelihara kepompong kupu-kupu hairstreak. Mereka
merawatnya dan memberinya makanan layaknya bayinya sendiri. Mereka
mengharapkan kelak anak angkatnya ini mampu membalas jasa baiknya dengan
memberi madu yang manis.
Selanjutnya kita menuju istana rayap yang penuh keajaiban. Sebuah
gundukan tanah sarang rayap, yang kelihatannya sepele ternyata ada
sebuah kecerdasan yang mengalir pada diri para penghuninya... bagaimana
tidak, saat suhu udara di luar bergerak antara 35 derajat (pada malam
hari) hingga 104 derajat fahrenheit (pada siang hari), suhu di dalam
sarang tetap stabil. Ternyata ada sebuah lobang angin di bawah, udara
yang hangat di siang hari mengalir ke seluruh ruang. Sementara
ruang-ruang itu telah basah oleh lumpur yang dibawa rayap dari genangan
dibawah tanah, makanya di dalam sarang udara tetap lembab. Jadi tak
heran jika jamur yang dibutuhkan rayap sebagai makanan tumbuh subur di
sini.
Allah-lah yang bertutur kata kepada semua makhluknya. Allah yang
memberikan wahyu kepada para Nabi, kepada ibu Musa, kepada lebah, kepada
semut, kepada rayap, kepada langit dan bumi, kepada manusia, kepada
pencuri sekalipun.
Allah mengajarkan manusia apa-apa yang belum diketahuinya. Dialah yang
menuntun manusia, memberikan inspirasi, ilham dan wahyu. Tubuhnya patuh
mengikuti perintah Tuhannya tidak terkecuali orang kafir. Sunnah-sunnah
Allah berlaku kepada alam semesta baik yang mikro maupun yang makro.
Marilah kita nukilkan apa yang tertera dalam kitab suci Al Qur'an setiap
yang disebut wahyu itu adalah wahyu tasyri' atau wahyu syariat, tetapi
ada wahyu ilham. dimana Allah memberikan perintah atau instruksi kepada
makhluknya, Firman Allah Swt:
Dan Tuhanmu "mewahyukan" kepada lebah (QS 16:18)
Dan Kami "wahyukan" kepada ibu Musa (QS 28:7)
Dan Ia "mewahyukan" kepada tiap-tiap langit itu urusan masing-masing (QS 41:12)
Kata "wahyu" yang tertera dalam ayat-ayat diatas, secara tegas bahwa
Allah tidak menutup-nutupi kepada pembaca, bukan siapa-siapa yang
membisikkan dan menggerakkan tubuh manusia yang oleh pakar biasa disebut
alam kecil atau gambaran mini tentang alam semesta. Dialah Allah yang
bersembunyi di balik kasat mata manusia yang buta hatinya. Ia yang
menggerakkan bumi, langit, bintang-bintang, matahari, dan mengajarkan
lebah berdemokrasi dalam memilih pimpinan dan perundang-undangan
pemilihan. Ia menuntun lebah-lebah ini untuk membuat konstruksi bangunan
rumahnya yang indah. Masing-masing dibekali wahyu dari Tuhan untuk
melaksanakan tugasnya dengan sempurna. Mereka seperti rasul-rasul sang
utusan, mereka begitu mematuhi perintah-Nya tanpa membantah, sehingga
jalan mereka tidak berbenturan dengan fitrah Allah Yang Maha Suci.
Dalam diri manusia terdapat suatu kesadaran, sesuatu yang tak dapat
dikembalikan pada proses kimiawi atau fisis yang kita ketahui. Kita
lihat dalam surat Al Hijr ayat 28-29 :
"Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat:
Sesungguhnya Aku akan menciptakan seorang manusia dari tanah liat kering
(yang berasal) dari Lumpur hitam yang berstruktur, maka apabila Aku
telah meniupkan kepadanya roh-Ku, maka tunduklah kamu kepadanya dengan
bersujud." (QS 15:28-29).
Jadi manusia diberi roh oleh Allah, diberi kesadaran serta kemampuan
abstraksi dan berkomunikasi secara lisan maupun simbolik, kemampuan
analisis dan sintesis, berakal dan berpikiran. Kesemuanya itu merupakan
intrumen yang disediakan dalam rangka untuk menjalankan tugas
kekhalifahan.
Dari semua uraian di atas mengenai bagaimana Allah mengajarkan manusia
melalui kalam-Nya, mari kita merenungkan kembali dan melihat kebenaran
dengan jujur, jangan kita membuat apologi untuk menghindar dari
kebenaran yang nyata atas perbuatan Allah. Terkadang kita banyak
terjebak oleh istilah yang membingungkan dan menjauhkan kita dari
kegiatan Allah yang langsung kita bisa rasakan. Kebingungan kita
bertambah tatkala ilmuwan-ilmuwan atheis mengatakan bahwa semua kejadian
alam ini bisa bergerak dengan sendirinya atau biasa disebut "natural",
insting atau gharizah. Namun Al Qur'an secara tegas membantah pendapat
kaum atheis itu, bahwa Allah-lah yang mengatur semuanya ini, Allah-lah
yang berbicara dan memerintahkan langit, bumi, atom-atom, kepada
binatang serta tumbuh-tumbuhan, kemudian Allah berbicara kepada roh
manusia melalui ilham dan wahyu. Lantas mengapa kita takut mengatakan "saya berguru kepada Allah" dalam segala hal, karena Dialah Yang Maha Mengetahui akan segala sesuatu yang nyata maupun yang ghaib.
Banyak orang meragukan bagaimana kalau kita "tersesat" dan ternyata
syetan yang menjadi guru kita? Hal ini diungkapkan Syaikh Ar Rifa'i,
dalam kitab Jalan Ruhani oleh Syaikh Sa'id Hawwa halaman 73 :
"Sebenarnya tujuan akhir para ulama dan para sufi adalah satu". Ini
perlu kami utarakan disini, sebab beberapa ulama yang kurang faham
selalu menghujat setiap orang dengan perkataan: ‘Orang yang tidak
memiliki syaikh, maka syaikh-nya adalah syetan’. Ungkapan ini
dilontarkan oleh seorang sufi yang berpropaganda untuk syaikh-nya yang
alim atau dilontarkan oleh sufi yang keliru, yang tidak tahu bagaimana
seharusnya ia mendudukkan tasawuf pada tempat yang seharusnya.
Sebenarnya orang yang tidak memiliki syaikh adalah orang bodoh yang
tidak pernah belajar, menolak dan lari dari pendidikan. Manusia macam
inilah yang bersyaikh pada syetan !!! Sedangkan yang berjalan atas dasar
ilmu pengetahuan, itu berarti imam dan syaikhnya adalah ilmu dan
syariat".
Syaikh Abdul Qadir Jaelani mengisahkan perjalanan keruhaniannya yang
ditulis dalam kitab "Rahasia Kekasih Allah", saat dimana ia bertawajjuh
dalam tafakkur dengan khusyu', saat ia meluruskan jiwanya melayang
menuju yang maha ghaib, saat ia melampiaskan rohnya yang penat
terkungkung oleh sibuknya dunia, ia tinggalkan seluruh ikatan syahwati
yang sering mengajak ke jalan kefasikan. Ketika roh sang Syaikh mulai
ekstase dalam puncak keheningan dan kecintaan yang mendalam kepada Sang
Maha Kuasa, baru selangkah rohnya meluncur lepas untuk memasuki
kefanaan, tiba-tiba muncul cahaya yang terang-benderang meliputi ruangan
alam ruhani Syaikh. Dan kepada sang Syaikh diwangsitkan sebuah amanah
yang membebaskan darinya dari ikatan "syari'at Allah" dengan memberikan
alasan bahwa sang Syaikh sudah mencapai kedekatan kepada Allah.
Perjalanannya sudah sampai (wushul) dan tidak perlu lagi shalat,
haji, zakat dan dihalalkan semua yang pernah Allah haramkan. Namun sang
Syaikh ini rupanya telah memiliki ilmu ma'rifat kepada Allah dengan
landasan Al Qur'an dan Alhadist, dimana ia diselamatkan oleh pengetahuan
tentang Allah, bahwa Allah tidak sama dengan makhluk-Nya, tidak berupa
suara, tidak satupun yang bisa membandingkan-Nya. Dia Maha Ghaib dan
Maha Latif. Pengetahuan yang cukup, yang dimiliki sang Syaikh
mengalahkan wangsit yang keliru tadi, dengan tuntunan syari'at yang
ditentukan oleh Allah sendiri. Ia selamat dari jebakan syetan yang
terkutuk. Allah-lah sebagai penuntun menuju hadirat-Nya. Dialah sang
Mursyid sejati, tidak satupun manusia yang mampu menghantar roh manusia
lain menuju ke hadirat Allah `azza wajalla.
Kita perhatikan para nabi seperti nabi Ibrahim, beliau mengetahui dengan
jelas siapa yang menggoda ketika beliau mendapatkan perintah untuk
mengorbankan putranya Ismail untuk disembelih. Namun nabi Ibrahim
memiliki jiwa yang bersih dan berada pada wilayah keruhanian yang
tinggi. Sehingga beliau mengetahui siapa sebenarnya yang menggodanya.
Sebab kedudukan dimensi syetan masih berada jauh di bawah kedudukan
orang mukmin yang mukhlisin (berserah diri kepada Allah). Hal ini juga
pernah dialami oleh nabi Yusuf saat gejolak syahwatnya menguasai
jiwanya. namun saat itu pula nabi berserah diri dengan ikhlas kepada
Allah, sehingga Allah menurunkan burhan di hatinya, yang pada akhirnya
nabi Yusuf selamat dari perbuatan mesum dengan wanita cantik jelita yang
menggodanya. Hal ini pernah dikeluhkan oleh syetan kepada Allah bahwa
dirinya akan selalu menggoda setiap anak cucu Adam sampai hari kiamat.
Namun ia tidak mampu menjerumuskan kedalam kesesatan bagi orang-orang
yang berserah diri kepada Allah.
(Disarikan dari Abu Sangkan, Berguru Kepada Allah)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar